Yogyakarta (ANTARA News) - Mendekati batas akhir pendaftaran pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), banyak manuver elite partai politik (parpol) yang mengabaikan tata krama politik.

"Mendekati `dead line` ini banyak manuver elite parpol khususnya kelompok tua yang mengabaikan tata krama politik, dan hanya memikirkan kepentingan jangka pendek saja," kata pengamat sosial politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito, MSi di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, penundaan pengumuman "ijab kabul" pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo sebagai capres-cawapres juga karena adanya kepentingan elite parpol yang mengabaikan tata krama politik.

"Keinginan Prabowo untuk berperan lebih dalam posisinya sebagai wapres itu merupakan keinginan yang berlebihan, karena bagaimana pun juga presiden harus memiliki peran lebih dalam pemerintahan," katanya.

Ia mengatakan hal tersebut juga dapat berdampak buruk dalam kehidupan politik, dimana parpol yang perolehan suaranya lebih kecil ingin lebih dominan dalam koalisi dengan parpol yang perolehan suaranya lebih besar.

"Ini menjadi alot, dan deklarasi pasangan capres-cawapres dari koalisi PDIP-Gerindra tertunda-tunda. Di satu sisi dalam internal PDIP sendiri juga seperti tidak solid untuk menerima Prabowo sebagai cawapres, karena banyak dari kalangan muda yang tidak menginginkannya," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan keinginan agar Prabowo menjadi cawapres justru lebih banyak muncul dari kalangan tokoh tua PDIP, dan ini juga cenderung untuk kepentingan jangka pendek.

"Tokoh tua PDIP seperti hanya melihat untuk kepentingan jangka pendek dalam menggandeng Prabowo, seperti memanfaatkan sisi logistik, karena bagaimanana pun semua orang tahu bahwa Prabowo atau Gerindra merupakan parpol yang kaya raya," katanya.

Arie mengatakan jika dalam PDIP sendiri tidak solid, maka akan sulit untuk bisa memenangkan pasangan Megawati-Prabowo.

"Seharusnya PDIP tidak berpikir pragmatis dan mengakomodasi keinginan kelompok muda, serta tidak sekadar untuk kepentingan sesaat yang hanya menyangkut uang," katanya.

Ia menambahkan, koalisi yang dibangun yang tidak kokoh ini justru akan berbahaya, karena ada kemungkinan terjadi perpecahan di tengah jalan.

"Kalau manuver dan koalisi itu hanya berdasarkan kepentingan jangka pendek dan mengabaikan tata krama politik, maka besar kemungkinan nantinya justru akan terjadi pembangkangan," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009