Semarang (ANTARA News) - Keputusan Susilo Bambang Yudhoyono berpasangan dengan Boediono sebagai Capres dan Cawapres, membuat peta persaingan dalam Pilpres 2009 menjadi seimbang, kata Analis politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Teguh Yuwono.

Menurut Teguh di Semarang Jumat, peta persaingan akan menjadi berimbang antara pasangan SBY-Boediono, Jusuf Kalla-Wiranto, dan pasangan ketiga yang kemungkinan besar adalah Megawati-Prabowo Subianto.

"Megawati Soekarnoputri (Mega)-Prabowo Subianto kemungkinan besar akan menjadi pasangan ketiga, sebab waktunya sudah sangat mendesak," kata Teguh.

Mengenai siapa yang akan menjadi Capresnya di antara Mega dan Prabowo, Teguh menganalisa kemungkinan besar Megawati yang akan menjadi Capres karena PDIP meraih suara lebih banyak dalam Pemilu 9 April lalu dibanding Partai Gerindra.

Menurut Teguh, dipilihnya Boediono justru membuat langkah SBY menjadi lebih berat karena dia (Boediono) bukan tokoh partai politik dan murni dari kalangan profesional yang tidak mempunyai basis massa.

SBY sebenarnya ingin menyatukan kalangan parpol dengan memilih cawapres dari kalangan non parpol, namun tampaknya pertimbangan SBY tidak matang, sebab Boediono adalah kaum teknokrat yang tidak akrab di telinga grass root (masyarakat bawah).

"Kalau SBY ingin memilih pasangan dari kalangan non parpol, sebenarnya banyak pilihan yang dapat diambil selain kalangan profesional, misalnya tokoh masyarakat dari kalangan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan sebagainya," katanya.

Ia mengatakan, cawapres yang berasal dari tokoh masyarakat, meskipun bersifat non partai, namun mereka mempunyai basis massa yang dapat diandalkan.

"Mereka dapat meningkatkan elektabilitas dengan dukungan massa yang dipunyainya, dibandingkan orang yang murni dari kalangan profesional," katanya.

Kemudian, lanjut Teguh, SBY nampaknya ingin dalam posisi aman dengan memilih Boediono, sebab Boediono dipandang lebih loyal, tidak terlalu banyak melakukan lobi yang dapat merepotkan langkah SBY nantinya, dan keprofesionalannya dalam mengatasi masalah ekonomi sudah teruji.

"Namun, sebenarnya posisi wakil presiden tidak harus mempertimbangkan profesionalitas seseorang dalam suatu bidang tertentu, sebab secara lebih jauh, wapres bertugas menjaga kestabilan politik," katanya.

Selain itu, SBY nampaknya juga kurang memperhitungkan pengaruh faktor Jawa-luar Jawa sehingga memilih pasangan yang sama-sama berasal dari Jawa.

"Padahal, faktor Jawa-luar Jawa sangat besar pengaruhnya untuk mendulang pendukung di daerah luar Jawa," katanya
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009