Jakarta (ANTARA News) - Konsultan politik Greg Adams yang pernah menjadi tim sukses Bill Clinton menyatakan slogan politik atau "tagline" sangat penting dan menentukan bagi kemenangan seorang calon presiden.

"Menanyakan apakah slogan penting bagi kemenangan capres sama saja dengan menanyakan apakah seorang pelatih penting bagi sebuah kesebelasan sepak bola. Jawabannya, tentu saja: ya!" kata Adams ketika ditanya wartawan.

Seorang pelatih sepakbola, seperti Alex Ferguson sangat vital bagi kesebelasan Manchester United (MU). Ferguson telah bertugas dalam lebih dari 1000 pertandingan yang dimenangkan MU selama 21 tahun kariernya sebagai pelatih.

Ferguson tidak masuk gelanggang pertandingan, dia tidak menendang atau berlari mengejar bola. Meskipun tidak ikut bertanding, Ferguson adalah salah satu pelatih terbaik dalam permainan. Ia telah memenangkan lebih banyak trofi daripada pelatih manapun sepanjang sejarah sepak bola Inggris.

Peran Ferguson dalam sepakbola sama dengan peran slogan dalam kampanye politik. Pelatih sepakbola tidak terlibat dalam kancah pertandingan. Ia memberi semangat dan arah bagi tim kesebelasannya. Itulah fungsi sebuah slogan atau tagline.

Seorang calon presiden atau wapres setiap hari akan ditanya berbagai macam topik dan masalah, apa visi dan misinya. Capres dan cawapres harus menjawab semua permasalahan bangsa yang muncul. Sekitar 99 persen yang diucapkan capres dan cawapres akan segera dilupakan, tapi ada 1 persen yang melekat dan selalu diingat. Itulah slogan!

Ambil contoh slogan pasangan SBY-Boediono yang cukup hanya satu kata: "Lanjutkan!". Semua kebijakan, pernyataan, dan keterangan yang disampaikan SBY dibingkai dalam satu benang merah yaitu keberhasilan selama pemerintahannya yang pertama dan itu perlu dilanjutkan untuk masa jabatan kepresidenan yang kedua.

Contoh lain adalah slogan pasangan JK-Wiranto yang cukup panjang: "Lebih cepat dan lebih baik". Apapun yang dilakukan dan disampaikan JK, tentu dikemas dalam semangat "tagline" itu. Makanya JK mengumumkan deklarasi berpasangan dengan Wiranto jauh lebih dahulu ketimbang pasangan capres-cawapres lainnya.

Begitu juga pada saat mendaftar ke KPU. JK-Win adalah pasangan Capres-Cawapres yang mendaftar pertama kali. Itu untuk membuktikan kepada calon pemilih bahwa JK-Win lebih cepat dan lebih baik.


Seni Membuat Slogan

Membuat slogan politik butuh seni tersendiri. Pengalaman dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat membuktikan bahwa slogan politik telah mewarnai demokrasi negeri itu sepanjang 150 tahun. Sebuah kalimat atau satu dua kata dirancang sedemikian rupa untuk memenangkan satu calon dan mengalahkan lawan-lawannya.

Tamin Ansary, seorang ahli komunikasi politik, mengatakan tim sukses dan konsultan politik berkumpul untuk menentukan slogan paling tepat. Mereka mengeluarkan gagasan, berargumentasi, dan memilih slogan yang terbaik.

Pada tahun 1992, tim sukses Capres Bill Clinton, misalnya, berdebat untuk memilih sejumlah slogan yang ditawarkan konsultan, yaitu "Putting people first (Dahulukan kepentingan rakyat)", "Don`t stop thinking about tomorrow (Jangan berhenti memikirkan masa depan)", dan "New Covenant (Kontrak politik baru)".

Itu usulan slogan yang bagus, namun dianggap tidak cukup "nendang". Mereka mencari slogan baru yang lebih pas dengan suasana hati kebatinan rakyat Amerika Serikat waktu itu yang sedang dirundung kesulitan ekonomi, meskipun George Bush Sr, "incumbent" yang dikenal berhasil dalam perang Irak.

Mereka akhirnya menemukan slogan baru yang pas dengan sentimen politik waktu itu secara tidak sengaja. Ketika kebuntuan gagasan terjadi, mereka melirik ke catatan kecil yang ditempel di atas meja oleh para pekerja dan sukarelawan: "It`s the economy, stupid!".

Slogan itulah yang akhirnya membuat Bush Senior kehilangan kursi kepresidenannya dan menaikkan Bill Clinton ke Gedung Putih.

Begitulah. Satu hal yang membuat sebuah slogan lebih baik dari slogan lainnya adalah kaitannya dengan suasana kebatinan para pemilih. Slogan yang baik adalah yang betul-betul nyambung dengan alam pikiran pemilih. Sebab, bagaimanapun baiknya pemilihan kata, indahnya sebuah bahasa, jika tidak sesuai dengan suasana kejiwaan pemilih, tentu saja akan gagal. Itu sama saja dengan pantun: "Jaka Sembung bawa golok, gak nyambung, bok!"

Sebaliknya, jika suasana kebatinan pemilih sudah ditangkap, sebuah slogan tetap tidak akan bunyi kalau kata-kata dan kalimatnya tidak tepat. Setiap kata ada nuansanya dan setiap kalimat ada makna konotasinya.


Suasana Batin Rakyat

Jika dipelajari slogan-slogan politik yang terkenal dan berhasil di masa lalu, maka akan ditemukan kaitan antara apa yang terjadi dalam suasana batin masyarakat saat itu dengan bagaimana kalimat slogan itu dirancang.

Salah satu contoh adalah slogan kampanye Barack Obama yang menang melawan "incumbent" George W Bush. "Change we can believe in" pas sekali dengan suasana rakyat AS yang bosan dengan gaya kepemimpinan George W Bush yang suka perang dan melupakan pembangunan ekonomi.

Slogan Capres Ronald Reagan tahun 1980 adalah "Are You Better of Than You Were Four Years Ago?". Slogan ini sangat jitu untuk menangkap perasaan rakyat AS yang dilanda resesi ekonomi selama pemerintahan presiden "incumbent" Jimmy Carter.

Ketika Reagan menanyakan apakah anda hidup lebih baik dibanding empat tahun yang lalu, sebagian besar rakyat menggelengkan kepala. Maka, kalau mau lebih baik, pilihlah saya, kata Reagan.

Tapi ada banyak presiden incumbent AS yang terpilih kembali karena memiliki slogan yang pas di hati pemilihnya. Rakyat puas dengan pemerintahan "incumbent" dan ingin keberhasilan itu dilanjutkan empat tahun ke depan. Contoh: slogan "Jangan ganti kuda saat menyeberangi sungai" membuat Abraham Lincoln terpilih lagi. Begitu juga slogan "Four more years of the full dinner pail" mengantarkan Presiden William McKinley pada masa jabatan keduanya tahun 1900.

Balik ke pemilihan presiden di Indonesia, suasana batin pemilih di tanah air tampaknya terbelah kepada yang ingin "kemesraan ini jangan cepat berlalu dan harus dilanjutkan" dan yang ingin "pemerintahan yang sudah baik ini menjadi lebih baik lagi".

Kedua arus utama itu bagus dan sah-sah saja untuk menjadi pilihan menarik rakyat di bilik suara 8 Juli nanti. Yang tidak bagus adalah slogan yang menjadi tagline film "Alien vs Predator": "Whoever wins?.We lose" (Siapapun yang menang, kita sebagai rakyat kalah).(*)

Oleh Oleh Akhmad Kusaeni
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009