(ANTARA News) - Pandangan masyarakat Indonesia tertuju ke Sasana Budaya Ganesha ITB Bandung, Jumat 15 Mei lalu saat Partai Demokrat bersama partai-partai koalisi mengumumkan pasangan capres-cawapres SBY-Boediono. Pasangan ini akan bersaing melawan duet Jusuf Kalla-Wiranto dan Megawati-Prabowo pada Pilpres 8 Juli mendatang.

Boediono memiliki latar belakang yang unik sebagai seorang calon wakil presiden jika dibanding dengan cawapres manapun saat ini. Ia bukanlah seorang praktisi politik yang terikat dengan sebuah partai.

Boediono lebih dikenal sebagai seorang teknokrat bidang ekonomi yang banyak bergelut di level kebijakan perekonomian nasional. Dengan latar belakang ini, banyak pengamat yang memberikan penilaian minus kepada Boediono. Yang paling utama adalah kemungkinan minimnya perolehan suara pasangan ini karena tidak didukung oleh partai papan atas.

Bahkan, partai-partai yang belakangan mendukung pasangan ini awalanya sempat ragu dengan langkah politik SBY yang memilih Boediono sebagai cawapresnya.

Keyakinan Baru

Dalam sebuah majalah mingguan, ditulis bahwa SBY memilih Boediono melalui survei dan istikharah. Artinya, SBY benar-benar matang memilih calon pendampingnya untuk lima tahun ke depan. Keputusan ini sangat visioner.

SBY ingin melanjutkan pembangunan Indonesia yang demokratis di atas pondasi keadilan, kesejahteraan, dan Hak Asasi Manusia. Selama ini kita mengetahui bahwa SBY dan pemerintahannya telah mengawal proses demokratisasi dan pembangunan ekonomi lewat kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat.

Tujuan yang ingin dicapai adalah persamaan hak warga negara dalam segala aspek kehidupan: politik, sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, budaya, dan lain-lain.

Dalam meneruskan tujuan jangka panjangnya, SBY berkeyakinan bahwa figur seorang pemimpin mutlak diperlukan. Figur yang dimaksud SBY adalah jujur, sederhana, dan anti-KKN. Keyakinan SBY ada pada diri Boediono yang telah memperlihatkan track record-nya beberapa tahun belakangan.

Dengan tampilnya figur pemimpin yang bersih, tentu masyarakat akan melihatnya sebagai tauladan yang baik. Lewat tauladan yang baik diharapkan tata kelola pemerintahan yang bersih dapat dibangun. Dengan demikian tidak ada lagi keraguan di masyarakat untuk mendukung pemerintahnya.

Harapan besar SBY terhadap calon wakilnya sebenarnya terletak pada kemampuan bidang ekonomi yang dimiliki Boediono. Jabatan dan pengalaman Boediono sebagai Gubernur BI dinilai relevan sebagai cawapres yang akan menghadapi kondisi krisis ekonomi global ke depan.

Menghadapi krisis ekonomi berarti pemerintah SBY ke depan harus konsisten menahan laju pertumbuhan rakyat miskin Indonesia. Melalui kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat (pro-poor, pro-growth, and pro-job) SBY ingin membuktikan anggapan bahwa cawapresnya ini berpaham neoliberal adalah tidak benar.

SBY tetap akan melanjutkan program-program pro-rakyat yang telah berjalan dengan dukungan dari wakilnya yang notabene ahli ekonomi, bukan pelaku ekonomi. Kelak, ketika menjalankan tugasnya sebagai Wapres tidak akan muncul persoalan conflict of interest.

Selain urusan ekonomi, SBY juga masih meletakkan penanganan kasus-kasus korupsi sebagai prioritas. Hal ini sejalan dengan misi SBY menciptakan tata pemerintahan bersih, bebas KKN.

Hal ini diselaraskan SBY dengan menampilkan figur Boediono yang dikenal banyak pihak sebagai sosok yang jujur, sederhana, rendah hati, dan anti-KKN. SBY, bersama Boediono berharap bahwa dengan tampilnya sosok pemimpin yang tauladan akan membawa pencerahan bagi pemerintahan, negara dan bangsa Indonesia ke depannya.

Terakhir, dengan menaruh perhatian besar pada penyelesaian masalah ekonomi dan korupsi, SBY masih memiliki tujuan besar ke depannya, yaitu mengangkat martabat bangsa Indonesia di pergaulan Internasional.

Selama ini SBY banyak andil dalam berbagai proses diplomasi, baik regional maupun global, dengan menampilkan soft power diplomacy. Bersamaan dengan itu, diharapkan kesejahteraan rakyat dapat terus naik selama lima tahun ke depan.

Untuk mewujudkannya SBY-Boediono harus konsisten dengan peningkatan derajat kesejahteraan dengan realisasi biaya pendidikan 20 persen dari APBN, pemerataan akses dan kesempatan rakyat dalam berbagai bidang, penciptaan tata pemerintahan yang bersih anti-korupsi merupakan beberapa indikator berjalannya proses demokrasi di Indonesia. Lanjutkan SBY-Boediono!   (***)

(*) Penulis adalah anggota DPR RI Komisi VI, Fraksi Partai Demokrat

Oleh Nurhayati Ali Assegaf (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009