Oleh Askan Krisna

Jakarta (ANTARA News) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-14, yang rencananya akan digelar 27 Februari hingga 1 Maret 2008 di daerah wisata pantai Hua Hin, Thailand, diharapkan bisa berlangsung tanpa ganjalan setelah mengalami kendala yang membuat pelaksanaannya dimundurkan dari Desember 2008.

Melihat kendala-kendala yang lalu, pelaksanaan KTT tidak disebabkan persoalan perhimpunan bangsa Asia Tenggara (ASEAN), melainkan lebih dihambat oleh kendala konflik dalam negeri negara penyelenggara, berkaitan dengan buntut pertikaian pasca-Thaksin Shinawatra, mantan perdana menteri yang kini tinggal di pengasingan karena tuduhan penyalahgunaan kekuasaan.

Padahal, setelah terbentuknya ASEAN telah menjadi kekuatan yang diperhitungkan, baik di bidang ekonomi maupun politik oleh negara-negara besar antara kawasan, sehingga muncullah perundingan-perundingan ASEAN plus di sela-sela KTT, yang melibatkan Amerika Serikat , Australia, Selandia Baru, Jepang, China, Korea Selatan.

Negara-negara mitra dialog ini bahkan telah menunjuk dutabesarnya untuk ASEAN.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang, Hirofumi Nakasane, misalnya menilai Asia Tenggara sebagai kawasan penting untuk mengimbangi hubungannya dengan China dan Korea Selatan yang sering terganggu.

Dalam KTT ASEAN ke-9 di Bali, selain ditandai dengan Bali Concord II, doukemen-dokumen yang dihasilkan juga meliputi Penggabungan Cina ke dalam Traktat Persahabatan dan Kerjasama (TAC) Asia Tenggara; Penggabungan India ke TAC, dan Kerangka Perjanjian Kerjasama Ekonomi Komprehensif ASEAN-India.

Selain itu, akan dibahas Kerangka Kerjasama Ekonomi Komprehensif ASEAN-Jepang; Deklarasi Bersama Pemimpin ASEAN-Cina dalam Kemitraan Strategis untuk Perdamaian dan Keamanan, serta Deklarasi ASEAN-India dalam Kerja Sama Memerangi Terorisme.

Dari tinjauan ekonomi dan politik, ASEAN dinilai semakin berbobot. Negara-negara ASEAN muncul sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi mengesankan dan berdaya-tarik di bidang investasi. Selain itu, ASEAN yang terdiri Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura , Thailand dan Vietnam juga dinilai sebagai pasar yang besar dan berpotensi.

Pemerintah Thailand menyatakan bahwa negerinya sebagai tuanrumah memutuskan untuk memindahkan tempat pelaksanaan KTT dari Bangkok ke kota wisata pantai Hua Hin, 150 kilometer di baratdaya Bangkok untuk menghindari para pemrotes anti pemerintah.

Perdana Menteri (PM) Negeri Gajah Putih itu, Abhisit Vejjajiva, mengatakan bahwa pemindahan tempat KTT ke Hua Hin itu diperlukan untuk menjaga citra negerinya.

Hal itu, antara lain lantaran beberapa hari sebelumnya, Aliansi Demokrasi Menentang Diktator (DAAD), berikrar akan menghambat KTT itu sebagai tindakan balasan terhadap Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) yang membatalkan rencana penyelenggaraan KTT tahun lalu, ketika Thailand berada dalam pemerintah yang pro mantan PM Thaksin Shinawatra.

Ketika itu, PAD pertama mendesak PM Somchai Wongsawat mengubah rencana KTT dari Bangkok ke Chiang Mai, 700 kilometer di utara ibukota. Mereka juga menunda forum regional itu, dari yang semula diselenggarakan pertengahan Desember menjadi 26 Nopember sampai 3 Desember, karena PAD menutup dua bandara di Bangkok.

Ternyata, meskipun negeri Gajah Putih itu kini dikuasai oleh pemerintah koalisi baru, pemenang pemilu, yang dipimpin ketua Partai Demokrat Abhisit Vejjajiva, masih juga menghadapi tantangan gangguan protes serupa, yang berusaha menjatuhkannya.

Kelompok DAAD yang juga dikenal juga sebagai kelompok `baju merah` menyerukan agar Abhisit mundur, serupa yang dilakukan PAD atau `baju kuning` terhadap pemerintah terdahulu.

Tetapi, penetapan pelaksanaan KTT terbaru tampaknya juga mendapat tentangan lain, yakni kemungkinan tidak hadirnya beberapa negara penting mitra dialog ASEAN, termasuk China.

Beijing, dilaporkan kemungkinan besar berhalangan hadir dalam KTT ke-14, karena dia mempunyai rencana penting sebelumnya berkaitan dengan kesibukan kongres nasionalnya.

Walaupun China bukan anggota ASEAN, namun negara ini memiliki peran penting dalam KTT-KTT belakangan ini, karena perhatian internasional telah berpindah dari Asia tenggara ke China yang dipandang sebagai kekuatan ekonomi dan politik mendatang.

Dalam KTT-KTT ASEAN yang lalu, China bersama Jepang dan Korea Selatan ikut ambil bagian dalam KTT ASEAN-PLus Tiga, di sela-sela pertemuan regional itu.

Dari Phnom Penh, PM Kamboja Hun Sen juga mengumumkan kemungkinan tidak akan hadir. Jurubicara pemerintah, Khieu Kanharith, mengatakan akan sulit bagi Hun Sen untuk menghadiri pertemuan ASEAN, yang akan dipindahkan dari ibukota Bangkok ke Hua Hin.

KTT ASEAN ke-14 diduga akan difokuskan pada pembahasan tantangan-tantangan ekonomi yang dihadapi kawasan berkaitan dengan dampak krisis keuangan AS dan resesi di AS, Eropa dan Jepang, akibat krisis keuangan tersebut. Padahal, ketiga negara adalah pasar utama bagi produk ekspor dan jasa Asia.

Dalam kaitan ini, Abhisit mengusulkan KTT diselenggarakan dua kali. Yang pertama intern pemimpin kalangan ASEAN sendiri, dan berikutnya yang diperkirakan April depan dengan para mitra dialog utama ASEAN.

Sementara itu, Menlu Hassan Wirajuda mengatakan bahwa upaya untuk mempersiapkan pengaturan dasar dan prasarana ASEAN setelah pemberlakuan Piagam ASEAN menjadi salah satu prioritas diplomasi Indonesia pada tahun ini.

Program itu, menurutnya, meliputi perampungan cetak biru `ASEAN Political and Security Community` dan `ASEAN Sosio-Cultural Community` dengan rincian kegiatan dan jadwal waktu yang jelas.

Cetak biru ini diperlukan untuk mempersiapkan rencana ASEAN mewujudkan masyarakat ASEAN pada 2015.

Selain itu, Menlu RI juga menggarisbawahi keperluan untuk menyelesaikan kerangka rujukan (term of reference) Badan ASEAN pada Juli 2009, dan penguatan struktur dan staf Sekretariat ASEAN.

Hasan juga berpendapat, guliran proses integrasi ASEAN dan kawasan Asia Timur merupakan fenomena yang menarik, di tengah berbagai krisis yang dihadapi pada tataran global, terutama dengan gagalnya Doha Development Agenda yang memunculkan kekhawatiran akan terjadinya proteksionisme. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009