Jakarta (ANTARA) - Apple mengatakan akan merilis data yang dapat membantu memberi informasi kepada otoritas kesehatan untuk melihat pergerakan orang selama kebijakan karantina mandiri banyak diterapkan dalam upaya memperlambat penyebaran virus corona, Reuters melaporkan, Selasa (14/4).

Data tersebut dikumpulkan dengan menghitung jumlah permintaan rute dari Apple Maps, yang diinstal pada perangkat iPhone, dan membandingkannya dengan penggunaan sebelumnya untuk mendeteksi perubahan intensitas orang dalam mengemudi, berjalan atau menggunakan angkutan umum di seluruh dunia.

Informasi tersebut, menurut Apple, diperbarui setiap hari dengan membandingkan tanggal pada pertengahan Januari, sebelum sebagian besar tindakan karantina wilayah banyak diberlakukan di AS. Lebih dari 90 persen orang Amerika berada di bawah perintah untuk tetap berada di rumah, dan karantina wilayah juga sedang berlangsung di negara-negara lain di seluruh dunia.

Data akan dikumpulkan, sehingga data pengguna secara individu tidak akan ditampilkan, dan data tersebut tidak melacak pengguna secara individu atau lokasi mereka.

Informasi tersebut, tersedia di situs web publik www.apple.com/covid19/mobility, yang akan menunjukkan perubahan pergerakan orang untuk kota-kota besar dan 63 negara atau wilayah.

Data menunjukkan, di wilayah San Francisco Bay, permintaan untuk petunjuk arah mengemudi pada 12 April turun 70 persen dibandingkan pada 13 Januari, dan permintaan untuk petunjuk arah transit turun drastis 84 persen. Sementara, di New York City, permintaan arah mengemudi turun 69 persen dan permintaan transit turun 89 persen.

Otoritas kesehatan di California, Sabtu (11/4), mengatakan menggunakan data untuk melacak efektivitas perintah karantina wilayah, meskipun tidak menyebut apakah mereka menggunakan data Apple.

Apple tidak memberikan jumlah absolut, namun mengatakan bahwa data tersebut merupakan persentase dari perbandingan penggunaan pada pertengahan Januari.

Data gabungan membantu melindungi identitas, namun masih mengidentifikasi pola perjalanan, sehingga menghindari beberapa kesalahan sejumlah negara, seperti Korea Selatan, yang dikritik karena pelanggaran privasi, menurut Jason Farley, profesor di Sekolah Perawat Universitas Johns Hopkins.

Farley, yang merupakan ahli epidemiologi yang terlatih untuk penyakit menular, mengatakan data dari aplikasi tersebut menawarkan informasi tentang pergerakan saat ini.

Data Apple lebih terbatas daripada yang disediakan Google untuk otoritas kesehatan.

Google hampir dua pekan lalu merilis data di lebih dari 131 negara, membandingkan perjalanan dalam beberapa pekan terakhir ke tempat-tempat rekreasi, stasiun kereta dan bus, toko bahan makanan dan tempat kerja, dengan periode lima pekan awal tahun ini.

Untuk beberapa negara, Google menawarkan data dengan tingkat daerah, yang sangat membantu di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, di mana perintah karantina wilayah dikeluarkan oleh pejabat daerah.

Sebaliknya, data Apple, hanya menampilkan data untuk beberapa kota, wilayah, dan negara dan tidak menunjukkan hasil untuk seluruh negara bagian AS, termasuk yang wilayah tanpa perintah karantina, seperti Dakota Utara dan Selatan.

Data Apple juga tidak menangkap perjalanan saat orang tidak menggunakan Maps.

Apple mengatakan akan terus bekerjasama dengan otoritas kesehatan untuk mengidentifikasi jenis data atau tren apa yang mungkin dapat membantu, demikian Reuters.

 Baca juga: Apple bakal umumkan iPhone 12 5G tanpa versi Pro Max?

Baca juga: Apple, Google buat teknologi pelacakan kontak perangi COVID-19

Baca juga: Apple buat pelindung wajah untuk pekerja medis

Penerjemah: Arindra Meodia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020