Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) mengajukan uji materi atau judicial review atas UU Nomor 42 Tahun 2008 terkait dengan larangan pengumuman penghitungan cepat pada pemilihan presiden (Pilpres) kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Umum AROPI, Denny JA mengatakan di kantor MK, Jakarta, Selasa bahwa pelarangan pengumuman penghitungan cepat pada pilpres melanggar UUD 1945, yakni membatasi kebebasan lembaga survei untuk menginformasikan hasil penghitungan suara secara cepat kepada masyarakat.

Pengajuan uji materi UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang terkandung dalam Pasal 188 ayat 2, 3 dan 5, Pasal 228 dan Pasal 255.

Denny menuturkan UU tersebut membuat peneliti bisa masuk penjara, jika mengumumkan hasil survei pada masa tenang dan mempublikasikan penghitungan cepat di hari pencontrengan.

Denny mengemukakan survei dan penghitungan cepat hasil pemilu tersebut membantu masyarakat mendapatkan informasi serta bermanfaat bagi partai dan politisi untuk mengambil langkah selanjutnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan uji materi yang diajukan AROPI terhadap UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang pelarangan survei pada masa tenang dan penghitungan cepat ketika masa pencontrengan dalam pemilihan umum legislator.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) AROPI, Umar S Bakry menuturkan alasan AROPI mengajukan judicial review terhadap UU No. 42 Tahun 2008, yakni larangan publikasi survei dan penghitungan cepat bertentangan kebebasan akademis.

Umar Bakry menyebutkan publikasi survei dan penghitungan cepat tidak menimbulkan gejolak, tapi justru menguntungkan pihak terkait termasuk pengurus partai dan masyarakat.

Umar berharap MK dapat mengabulkan judicial review tersebut, dalam waktu dekat sebelum pelaksanaan Pilpres pada 8 Juli 2009 .

Umar beralasan poin-poin larangan yang tercantum dalam UU No. 42 Tahun 2008 sama dengan UU No. 10 Tahun 2008 yang sudah dikabulkan MK.

"Saya kira MK tidak perlu waktu lama untuk menyelesaikan judicial review tersebut," kata Umar.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009