Abu Dhabi (ANTARA News/AFP) - Presiden Nicolas Sarkozy secara resmi telah membuka pangkalan militer pertama Prancis di Teluk, Selasa dan mendesakkan pembicaraan untuk berupaya menjamin perjanjian pesawat tempur yang menguntungkan dengan Uni Emirat Arab.

Sarkozy, pada hari kedua kunjungan ke negara Teluk kaya minyak itu, juga mengumukan bahwa Prancis merencanakan untuk mengajukan proposal kepada para pemimpin dunia pada pertemuan puncak G8 Juli untuk berupaya mengakhiri berubah-ubahnya harga minyak.

"Kamp Perdamaian" Prancis di Abu Dhabi itu -- yang pertama sejak berakhirnya era kolonial - diresmikan pada satu upacaya yang dihadiri oleh Sarkozy dan Wakil PM dan Mendagri UAE Sheikh Saif bin Zayed al-Nahayan ketika bendera Prancis dan UAE dikerek.

Pangkalan itu akan menampung sebanyak 500 tentara yang ditempatkan di tiga tempat di pinggiran Selat Hormuz yang strategis hanya selintasan dari Iran: satu pangkalan angkatan laut dan logistik, satu pangkalan udara padang pasir dengan tiga pesawat perang dan satu kamp pelatihan.

Paris sedang berusaha untuk meningkatkan penampilannya di kawasan itu bersama dengan Washington dan London yang juga memiliki pangkalan di Teluk, dan sedang mengusahakan kontrak-kontrak pertahanan dan perjanjian energi nuklir.

Pembukaan pangkalan itu dianggap secara luas sebagai pertanda sikap Perancis yang lebih keras terhadap Iran sejak Sarkozy memegang kekuasaan pada 2007, yang didorong oleh kekhawatiran karena program nuklir Iran.

"Melalui pangkalan ini -- pertama di Timur Tengah -- Prancis siap untuk memikul tanggungjawabnya untuk menjamin stabilitas di kawasan yang strategis ini," kata Sarkozy dalam wawancara dengan kantor berita resmi UAE, WAM.

Selat Hormuz adalah saluran yang sangat penting melalui mana 40 persen dari minyak mentah dunia dikapalkan dan Iran telah memperingatkan bahwa negara itu dapat merintangi terusan tersebut jika negara itu diserang.

Prancis adalah pemasok militer penting ke UAE, dan kedua negara dihubungkan oleh perjanjian pertahanan 1995, berdasar mana kepala pasukan bersenjata kedua negara bertemu sekali setahun dan tentara militer mereka mengadakan sekitar 25 manuver bersama per tahun.

Menlu UAE Sheikh Abdulah bin Zayed al-Nahayan melaporkan kemajuan dalam pembicaraan mengenai kemungkinan pembelian pesawat perang Rafale Prancis, perjanjian yang dapat bernilai sebanyak enam hingga delapan miliar euro (delapan hingga 11 miliar dolar).

"Itu sedang didiskusikan...saya dapat mengatakan telah ada kemajuan positif mengenai masalah ini," ia mengatakan pada AFP.

Prancis mengharapkan UAE dapat dibujuk untuk mengganti armada pesawat tempur Mirage 2000 Prancis-nya dengan 60 jet Rafale multi-peran.

Perusahaan penerbangan Prancis Dassault belum menemukan pembeli asing akan Rafale itu, yang dapat melakukan misi pencegatan dan mata-mata dan juga serangan nuklir.

Prancis juga mengharapkan untuk memperkeras sikapnya di pasar nuklir yang sedang berkembang setelah penandatanganan perjanjian kerjasama tahun lalu yang dapat meratakan jalan bagi dua reaktor nuklir untuk dibangun.

Satu sumber dari kepresidenan Prancis mengatakan sedikitnya dua generasi nuklir baru dapat dirampungkan September dengan biaya antara 25-50 miliar euro.

Sarkozy juga mengatakan bahwa Prancis akan membuat proposal yang ditujukan untuk menghasilkan stabilitas harga minyak ketika kelompok G8 dari negara-negara kaya mengadakan pertemuan puncaknya yang akan d tang di Italia, Juli.

Harga minyak telah mengayun antara puncaknya 147 dolar per barel pada Juli menjadi sekitar 32 dolar dan sekarang melayang-layang sekitar 60 dolar.

Prancis memiliki sedikit pangkalan militer sebagian besar di Afrika termasuk yang terbesar di Djibouti, yang menduduki posisi strategis di Teluk Aden.

Pangkalan baru itu telah memancing kritikan di dalam negeri, dengan politikus sayap tengah Francois Bayrou menyampaikan risiko Prancis dengan enggan akan terseret ke dalam perang.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009