Jakarta (ANTARA News) - Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama sepekan ini karena investasi dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang yang lebih baik atau positif, kata Pengamat Ekonomi BNI, Ryan Kiryanto.

"Kurs rupiah sedang mengalami penguatan dalam sepekan ini berkisar Rp10.300 per dolar AS, sebelumnya berkisar Rp12.000 per dolar AS," kata Ryan Kiryanto di Jakarta, Rabu.

Akibat menguatnya rupiah, kata dia, sekarang pada kuartal pertama 2009 pertumbuhan ekonomi positif yakni sebesar 4,4 persen dan tahun sebelumnya masih tumbuh 6,1 persen, sedangkan negara lain justru mengalami minus.

Namun, para eksportir yang merasa dengan melemahnya nilai tukar mata uang dolar, karena mereka tingkat keuntungannya cenderung menurun.

"Tingkat keuntungan eksportir rendah, tapi mereka tidak merugi. Mereka masih untung," katanya.

Menurut dia, kondisi ini banyak dimanfaatkan atau mendorong pelaku bisnis yang mengadalkan bahan baku impor akan membeli lebih banyak, karena harga dolar lagi murah.

"Tapi, mereka diharapkan jangan terus membeli bahan baku yang berlebihan sehingga terjadi over stok. Itu akan merugikan kita," katanya.

Kondisi itu, justru akan merugikan pembeli barang tersebut, karena tidak sesuai kebutuhan mereka ke depan.

"Kalau suplai barang lebih akan mengakibatkan harga jatuh. Itu hukum ekonomi berlaku," katanya.

Menurut dia, melemahkan nilai tukar dolar yang diuntungkan masyarakat, karena harga-harga barang elektronik akan ikut turun.

"Coba jika harga nilai tukar dolar tinggi. Kita beli komputer, telepon genggam, dan barang elektronik lain pasti mahal," katanya.

Melemahnya nilai tukar dolar AS, tidak berpengaruh dengan perdagangan dalam negeri. Tapi, sejauh industri domestik tidak mengandalkan komponen impor perdagangan di dalam negeri aman saja.

Sebaliknya, kalau pelaku bisnis memiliki pasar ekspor pada situasi dolar melemah, mereka akan diuntungkan karena harga jual produknya menjadi kompentitif. Beda dengan pelaku bisnis yang menggunakan bahan baku impor dan dijual di dalam negeri harganya menjadi mahal dan barang bisa tidak laku.

"Seharusnya, pelaku bisnis beli bahan baku impor dan diolah di dalam negeri kemudian dipasarkan ke luar negeri sehingga akan seimbang," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009