Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Universitas Gadja Mada (UGM), Revrisond Baswir, mengatakan arah kebijakan ekomoni Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir atau pascareformasi telah menuju pelaksanaan agenda-agenda ekonomi liberal.

"Saya punya bukti hitam di atas putih terkait hal ini," katanya saat menjadi pembicara seminar Kemandirian Bangsa, "Siapa Pro Ekonomi Rakyat" di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia (STEKPI) Jakarta, Jumat.

Menurut dia, sebagai salah satu contoh pada tahun 2003, pihaknya bersama dengan serikat pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membawa Undang-undang (UU) kelistrikan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, kata dia, saat UU kelistrikan itu disidangkan di MK, hasilnya UU itu batal demi hukum kerena dianggap melanggar konstitusi. "Kalau yang namanya UU yang membuat tidak hanya pemerintah tapi juga parlemen (DPR)," ujarnya.

Revrisond mengatakan, jika UU tersebut melanggar konstitusi, maka yang membuat UU yakni presiden dan parlemen juga dianggap melanggar konstitusi.

Untuk itu, kata dia, pihaknya menginginkan agar semua yang terlibat dalam kekuasaan untuk jujur dan mengakui bahwa tren perjalanan bangsa ini condong ke neo liberalisme. "Dan yang terlibat bukan lagi eksekutif, tapi juga legislatif bahkan semua partai politik," katanya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat (PD) DPR RI, Syarief Hasan mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyadari apa yang telah dikatakan Revrisond Baswir itu.

"Namun, Pak SBY punya kebijakan lain, seperti halnya IMF disuruh pergi. Ini berarti sudah `cut off` (putus hubungan dengan IMF, red)," katanya.

Adapun mengenai utang luar negeri, Syarief Hasan, mengatakan bahwa sekarang telah dilakukan "desain posisi". "Kalau menguntungkan bagi Indonesia, kenapa tidak," katanya.

Ia juga mengatakan bahwa rasio penurunan utang luar negeri pada saat ini cukup signifikan, yakni dari sebelumnya 53 persen, kini menjadi 32 persen.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009