Jakarta (ANTARA News) - Selama bertahun-tahun, jaringan penyelundupan bawah tanah dari Mesir ke Jalur Gaza sudah berjasa memasok warga Jalur Gaza mulai dari semen hingga ternak.

Kini, serangkaian penipuan besar telah menghancurkan mimpi warga yang sudah menyetor uang sebagai pemodal bisnis tersebut.

Salah satu korban penipuan adalah Jawad Tawfiq, (52) aktor dan sutradara di Gaza.

Tawfiq mengaku dibujuk keponakannya untuk patungan berinvestasi di bisnis terowongan penyelundupan dengan iming-iming akan untung besar.

"Mereka ternyata pendusta," kata Tawfiq sengit kepada harian terbitan Inggris, Observer.

"Mereka mengambil uangku lalu aku ditawarkan sebagian kecil saja dari apa yang telah mereka ambil," lanjut Tawriq.

Terowongan-terowongan itu awalnya adalah jalur penyelundupan yang sangat penting untuk kehidupan wilayah Gaza yang dibarikade Israel.

Setelah beberapa lama, lahir skema bisnis terowongan yang digembar-gemborkan menghasilkan keuntungan hingga tiga kali lipat bagi para investornya.

Orang-orang yang mengembar-gemborkannya rata-rata punya kaitan dengan pengusaha di Gaza atau petinggi HAMAS.

Di sisi lain, terowongan-terowongan itu seharusnya sudah tidak ada. Serbuan Israel berakhir dengan syarat dari negara Yahudi itu bahwa jaringan terowongan itu ditutup.

Kantor perekonomian HAMAS kini mendalami masalah tersebut. Menteri ekonomi HAMAS, Ziad al-Zaza, mengatakan penipuan itu sudah meraup sekitar 100 juta dolar AS dari para korbannya tapi kalangan lain menyebut angka sekitar 500 juta dolar AS.

Gaza sudah banyak mengalami masa brutal dan puncaknya adalah serbuan Israel pada akhir tahun lalu dan bisnis penipuan terowongan termasuk punya peran dalam menambah kemuraman masyarakat.

Omar Shaban, seorang pengamat dari lembaga pemikir di Gaza, berkomentar : "yang sangat menghancurkan Gaza adalah hilangnya tabungan dalam investasi itu. Bisnis palsu itu telah menjungkirbalikkan struktur sosial. Penipuan itu telah menghancurkan nilai-nilai yang dibutuhkan agar suatu negara bisa berfungsi. Bahkan, mereka telah membuat orang tidak lagi percaya pada nilai-nilai yang seharusnya ada."

Di belahan Mesir, terowongan tetap buka karena adanya praktik suap. Israel tahu betul soal terowongan tapi mereka membiarkan saja karena dengan begitu tekanan untuk membuka pintu-pintu Gaza jadi berkurang.

Terowongan Gaza hingga kini menopang ekonomi wilayah itu. Semen, rokok, keju, sepeda anak-anak hingga suku cadang kendaraan dan kawanan ternak pun disalurkan lewat terowongan itu.

Hilang

Salah satu insiden terbaru adalah para investor dengan koordinator Ihab al-Kurdi diberitahu bahwa duit mereka "hilang". Tidak ada penjelasan lebih lanjut untuk para pemodal yang malang itu.

Yang menyakitkan, para pemodal itu pekan lalu ditawarkan menerima 16,5 persen dari uang yang sudah mereka setor tapi dengan syarat tidak mengajukan tuntutan. Banyak di antaranya terpaksa menerima tawaran rahasia tersebut.

Seorang warga Gaza yang minta cukup ditulis "Ummi Mohammed", mengaku bangkrut setelah tergiur iming-iming investasi di terowongan. Dia menjual seluruh emas dan perhiasan yang merupakan jerih payahnya bekerja selama di luar Gaza.

Ummi Mohammed juga meminjam dari calon menantunya lalu menyetor 17 ribu dolar AS.

"Saya tadinya percaya," katanya. "Si perantara sepertinya orang jujur. Dia religius, ramah. Harta saya semuanya lenyap dan sekarang saya jatuh miskin. Kalau tidak ada tunjangan dari Otoritas Palestina, saya sudah jadi pengemis."

Cerita pilu Ummi Mohammed juga dialami banyak warga di belahan Gaza mulai dari Khan Younis hingga Beit Hanoun.

Banyak orang menjual rumah, mobil, menggunakan mas kawin bahkan dari kerabat untuk berinvestasi di bisnis terowongan dan akhirnya dana mereka hilang.

Para pemodal kesal karena kecil kemungkinan modal mereka akan kembali , selain itu tidak ada penjelasan memadai tentang hilangnya dana mereka.

Para korban menyebut dua nama perusahaan yang dijalankan oleh Wael Al-Rubi, selain yang dijalankan oleh Ihab al-Kurdî. Menteri Zaza sudah membenarkan nama-nama itu sedang dalam penyelidikan.

Nama-nama itu sebelumnya tidak dikenal tapi para calo mereka kebanyakan adalah dari keluarga saudagar terkenal.

"Terowongan itu adalah hal terburuk yang pernah terjadi di Gaza," kata Tawfiq. "Terowongan itu sudah jadi racun. Gaza jadi penjara ekonomi cuma untuk coklat dan sepeda."

Sulit untuk mengurai habis skema tersebut namun menteri Zaza mengatakan skema bisnis terowongan sejak awalnya adalah penipuan. Skema tersebut diperkenalkan sebelum serbuan Israel ke Gaza.

Para investor dan operator terowongan yang diwawancarai Observer menjelaskan ada jaringan tersamar yang melibatkan sejumlah pengusaha maupun petinggi HAMAS. Semuanya mendapat bagian dalam skema bisnis itu.

Banyak korban mengemukakan mereka merekrut saudara atau teman dalam investasi yang ternyata mirip skema piramid itu. Skema itu langsung runtuh ketika pengelolanya ditangkap HAMAS.

Korban tertarik berinvestasi karena diberitahu ada orang lain yang segera untung besar dari menanam modal di bisnis tersebut.

Pada beberapa kasus, calon investor diming-imingi oleh perantara bahwa bisnis itu dipromosikan tokoh senior HAMAS yaitu mantan menteri dalam negeri Said Siam. Tokoh tersebut tewas dalam serbuan Israel.

Pemerintah HAMAS membantah bahwa Siam pernah mendekati para pengusaha Gaza dan pemilik-pemilik terowongan dengan tawaran investasi skala besar.

Zaza mengaku bahwa beberapa orang yang terkait kasus tersebut menggunakan kedekatan mereka dengan tokoh HAMAS.

"HAMAS tidak punya kaitan dengan skema tersebut. Itu cuma khayalan. Kurdi menyebut punya hubungan baik dengan orang-orang di pemerintahan, tapi yang mereka jual adalah bohongan," katanya.

Klan Deri, yang punya kaitan erat dengan sayap militer HAMAS, konon rugi tiga juta dolar AS. Mereka diduga menculik Kurdi untuk minta uangnya kembali.

Zaza mengatakan bahwa sebagian uang telah kembali setelah pihaknya menyita catatan-catatan termasuk lebih dari 3.000 panggilan telepon.

Pejabat
Observer menemukan bahwa sebagian dana skema bisnis itu ternyata disalurkan untuk amal atas nama pihak-pihak kunci bisnis itu. Sebagian lagi disetor ke pejabat sedangkan lainnya untuk kendaraan, rumah, tanah dan barang mewah. Di Gaza, satu mobil merk Daewoo yang sudah berumur 10 tahun harganya masih 12 ribu dolar AS (lebih dari Rp120 juta).

"Anda lihat orang menjadi jutawan dalam dua atau tiga bulan. Tapi apa artinya? tidak ada yang transparan, berguna atau berharga. Orang menipu keluarga dan tetangga sendiri karena putus asa. Kenapa hal-hal ilegal seperti itu jadi dianggap wajar? " kata Omar Shaban sang pengamat.

Cerita lebih pedih ternyata terjadi di bawah permukaan Gaza, tepatnya di terowongan itu. Observer yang mengunjungi terowongan untuk memasok minyak dan semen, mendapati bahwa dua pekan sebelumnya terowongan itu runtuh dan dua pemuda tewas.

Para pengelola terowongan biasanya adalah warga Rafah. Mereka mengaku membayar pajak 15-20 persen kepada HAMAS. Mereka membantah punya kaitan dengan skema bisnis yang sudah membuat banyak warga Gaza kehilangan hartanya itu.

Mereka juga mengatakan petugas HAMAS yang disogok akan tutup mata meskipun tahu ada penyelundupan Tramadol, obat keras yang membuat ketagihan dan kini menjadi Narkoba laris di Gaza.

Biaya pembangunan satu terowongan besar adalah 120 ribu dolar AS (sekitar Rp1,2 miliar) sedangkan terowongan biasa yang diameternya hanya cukup untuk merangkak sekitar 90 ribu dolar. Selain berbagai pungutan, pemilik terowongan juga harus merogoh tiga ribu dolar untuk izin pemerintah setempat.

"Ada yang sedang mengerjakan terowongan besar yang bisa untuk menyelundupkan mobil. Terowongannya sudah 90 persen selesai tapi kemudian runtuh," kata seorang pengelola kepada wartawan Observer.

Ada juga kisah tentang "Pangeran-pangeran Terowongan" yaitu julukan untuk tiga anggota HAMAS yang menjadi sangat kaya setelah terlibat dalam skema itu.

"Orang yang mengelola terowongan hanyalah orang biasa. Tapi kemudian mereka melihat peluang bisnis lalu mereka jadi rakus," kata seorang pengelola.

Warga seperti Jawad Tawfiq tidak puas dengan penjelasan untuk mengganti kerugian mereka. "Jadi, jika tidak ada investasi riil di terowongan, kemana uang?" tanya Tawfiq marah. "Di mana 84 persen lainnya yang hilang? Mustahil begitu saja lenyap." (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009