Bengkulu (ANTARA News) - Sebanyak 34 imigran gelap asal Afghanistan dan Iran yang ditangkap jajaran Polres Kota Bengkulu di perairan Bengkulu, Jumat, mengaku sebagai pengungsi perang.

Salah seorang dari mereka, Yunus yang fasih berbahasa Inggris mengatakan mereka terpaksa melarikan diri dari negaranya karena perang masih terjadi di negerinya.

"Kami terpaksa melarikan diri dari situasi teror di Afghanistan, dan berencana mencari suaka politik di Australia," katanya.

Menurut dia, mereka terpaksa mencari jalan pintas menuju Australia melalui perairan Indonesia.

Bahkan mereka harus menggunakan jasa nelayan Indonesia untuk membawanya ke daratan Australia dengan biaya 2.000 dolar AS per orang.

Sementara itu, Kapolres Bengkulu AKBP Agung Setya mengatakan imigran tersebut memasuki wilayah Bengkulu secara ilegal, dan melanggar Undang-undang Nomor 9 Tahun 1991 tentang imigrasi.

"Mereka memang mengaku sebagai korban atau pengungsi perang, bahkan 15 orang di antaranya memiliki surat keterangan dari United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai pengungsi," katanya.

Untuk memastikan keaslian surat tersebut, Polres Bengkulu akan berkoordinasi dengan UNHCR perwakilan Indonesia dan kantor Imigrasi Bengkulu.

"Kami akan koordinasikan dengan UNHCR serta pihak Imigrasi untuk mengambil langkah lebih lanjut," katanya.

Selain memasuki negara lain secara ilegal, menurut Agung, dalam kasus ini juga tercium adanya transaksi perdagangan manusia, sehingga akan diselidiki lebih lanjut.

Imigran gelap asal Afghanistan ini ditangkap dari kapal milik nelayan Indonesia di perairan Pondok Kelapa, Bengkulu Tengah.

Agung mengatakan. pihaknya turut mengamankan dua orang ABK (anak buah kapal) yang membawa 34 orang imigran tersebut. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009