Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa Indonesia selama ini menjadi korban dari lembaga rating internasional karena ketidakmaun mereka untuk memahami Indonesia saat ini sehingga membuat bunga surat utang Indonesia tinggi.

"Kami telah dirating oleh banyak lembaga rating, tapi tetap saja rating kita masih rendah. Sedangkan Eropa yang perekonomiannya lebih buruk, malah mendapatkan rating yang lebih baik, kenapa mereka mendapatkan rating triple A, sedangkan kami masih rendah, apakah karena kami tidak bisa berbahasa Inggris," katanya dihadapan para peserta Seminar Internasional Ke-7 bank Indonesia di Bali, Sabtu.

Ia mengatakan akibat persepsi salah dari para lembaga rating tersebut membuat Indonesia dinilai beresiko sehingga harus membayar bunga yang tinggi setiap kali mengeluarkan surat utang di pasar. Akibatnya hal ini memberatkan Indonesia dalam mengeluarkan surat utang global karena memiliki bunga tinggi yang nantinya bisa membebani anggaran. Surat Utang global Indonesia sendiri saat ini berada di kisaran 10-12 persen, yang dinilai beberapa pengamat mahal.

Ia menjelaskan, lembaga rating selama ini terus saja melihat Indonesia jaman orde baru yang dinilai tidak tranparan. Padahal menurut dia, saat ini, Indonesia telah berubah. Bahkan untuk anggaran belanja dan Negara saat ini detailnya dapat diakses melalui situs Departemen Keuangan.

Ia pun mengatakan, ketika berhadapan dengan para lembaga rating tersebut, pihaknya telah memberikan semua informasi yang dibutuhkan, namun masih saja dicari hal yang menyudutkan.

"Ketika bertemu S&P mereka tanya gimana APBN nya kita jelaskan, dicari lagi gimana Anggaran di daerah, APBDnya. Jadi masih ada persepsi seolah-olah kita tidak transparan. Mungkin di Indonesia seppuluh tahun lalu kita tidak tranparan, sekarang bisa dilihat, lebih terbuka, diaudit oleh banyak lembaga, kita dihukum oleh persepsi" katanya.

Ia mengatakan pihaknya menantang para lembaga rating untuk ke Indonesia dan melihat secara langsung dan mengethui serta memahami perekonomian Indonesia saat ini."Saya tantang semua rating untuk datang ke Indonesia dan melihat kita," katanya.

Sementara itu, menurut dia, selama ini lembaga rating dinilai tidak adil. Sebab meski dampak dari rating tersebut dirasakan, namun ketika lembaga rationg tersebut melakukan kesalahan dalam merating tidak memiliki koneskuensi. Seperti yang terjadi saat krisis dimana rating AAA diberikan kepada lembaga-lembaga yang pada akhirnya bangkrut seperti Lehman Brothers.

"Mereka tidak menerima konsekuensi dari kesalahan tersebut," katanya.

Ketua Group 30 Jacob A Frenkel ketika berbicara pada acara tersebut juga menyatakan hal yang sama. Menurut dia, saat ini tidak bisa menyerahkan keputusan ekonomi kepada lembaga-lembaga rating tersebut. Untuk itu perlu adanya reformasi dalam masalah rating.

"Rating tetap perlu untuk mengukur, namun sistem merating saat ini perlu diperbaiki," katanya.

Sementara itu, lembaga pemeringkat, Moody`s Investor Service menaikkan outlook untuk peringkat `Ba3` Indonesia dari `stabil` ke `positif`. Moody`s juga menaikkan outlook dari `stabil` ke `positif` untuk peringkat foreign currency bank deposit ceilings Indonesia di `B1`. Namun untuk peringkat foreign currency country ceiling `Ba2` tetap mendapat outlook `stabil`.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2009 diperkirakan pemerintah berada di 4-4,5 persen, dimana IMF memperkirakan 3-4 persen. Indonesia merupakan satu dari tiga negara yang bakal mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif selain India dan China.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009