Jakarta (ANTARA News) - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan, pernyataan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari yang menyebutkan MUI tidak mempunyai hak menentukan halal atau haram soal vaksin meningitis (radang selaput otak) dapat meresahkan masyarakat.

"Menkes tidak semestinya bicara begitu, hal ini akan meresahkan masyarakat," katanya di Jakarta, Minggu.

Amidhan mengatakan, pernyataan Menkes selaku pejabat negara itu dikemukakannya pada sidang Tanwir II Aisyiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (13/6).

"Saya membaca pernyataan itu saat melihat tulisan (running teks) pada salah satu televisi Minggu pagi sekitar pukul 05:55 Wib," katanya.

Menkes, kata dia, berjanji akan datang ke kantor MUI untuk mengklarifikasi pernyataan itu pada Selasa (16/6).

Menurut dia, MUI punya hak menentukan halal atau tidaknya suatu produk sesuai Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, salah satu pasal secara eksplisit menyebutkan sertifikasi halal atau haram ditetapkan MUI.

Selain itu, kata dia, MUI mempunyai dua lembaga yaitu Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) dan komisi Fatwa dan Hukum.

"Jadi sebelum menetapkan produk itu haram atau tidak, tim melakukan penelitian baik di lapangan maupun uji laboratirium. Hasil itu dibawa ke rapat bersama komisi fatwa. Kami sudah berpengalaman selama 20 tahun menangani masalah ini," katanya.

Amidhan mengatakan, soal vaksin meningitis yang mengandung enzim babi yang diterima MUI, juga diperoleh dari hasil Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara` (MPKS) Depkes RI yang melakukan rapat dengan produsen vaksin meningitis.

Bahkan dari hasil rapat MPKS dan produsen itu, kata dia, pihak produsen vaksin meningitis, Glaxo Smith Kline (GSK), mengakui vaksin meningitis ini mengandung enzim babi.

"Karena itu, kami telah menetapkan bahwa vaksin ini haram," katanya.

Ia menjelaskan, MUI telah melayangkan surat kepada pemerintah Kerajaan Arab Saudi terkait keharusan penggunaan vaksin meningitis.

Langkah itu ditempuh MUI karena semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan haji telah sepakat bahwa vaksin meningitis menggunakan enzim babi dan hukumnya haram.

"Kita masih menunggu kabar dari pemerintah Arab Saudi, namun kalau tetap digunakan maka akan digunakan unsur keterpaksaan atau dalam kondisi darurat," katanya.

Dia menghimbau kepada pemerintah dalam pemberian vaksin untuk calon haji, seharusnya mencari vaksin yang halal tidak mengandung enzim babi.

"Kalau ini tetap dipaksakan, tentunya menimbulkan keresahan di masyarakat," katanya.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009