Jakarta, 15/6 (ANTARA) - Anggota Komisi V DPR-RI, Enggartiasto Lukita, menaksir potensi kerugian negara akibat program perumahan pemerintah yang gagal karena tidak tersedia listrik mencapai angka Rp3,5 triliun.

"Angka ini sangat besar, sehingga pemerintah diminta mengusut tuntas kasus ini," katanya Enggartiasto di Jakarta, Senin, saat Rapat Dengar Pendapat dengan stakeholder di sektor perumahan.

Menurutnya, banyak dari program perumahan menggunakan dana-dana APBN, namun tidak berhasil karena mengalami kesulitan dengan PLN sehingga masyarakat enggan untuk menempatinya.

Dia menunjuk, program Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) sebanyak 149 twin blok yang belum mendapat fasilitas listrik, sehingga potensi kerugian yang dialami mencapai Rp1,8-Rp2 triliun.

"Ini belum dihitung potensi kerugian dalam program Rumah Sederhana di seluruh Indonesia, maka kalau dihitung-hitung ditambah dana subsidi yang tidak tersalurkan mencapai Rp3,5 triliun," tukasnya.

Enggartiasto menuding, belum efisien manajemen di PLN menjadi penyebab mahalnya biaya distribusi, termasuk bagi rumah sederhana dan Rusunawa yang diperuntukkan bagi masyarakat berpendapatan rendah.

Enggartiasto juga meminta kepada pemerintah untuk mengaudit kembali seluruh biaya yang dikenakan PLN terhadap sektor perumahan, apakah benar masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jangan sampai masuk ke rekening oknum.

Sementara itu, Direktur Utama PLN, Fahmi Mochtar, dalam RDP mengatakan, sejak pemerintah menaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) tahun 2003 untuk menekan kerugian, PLN berhasil melakukan efisiensi.

Biaya dalam komponen tarif berhasil diturunkan dari semula Rp1300 per Kwh kini menjadi Rp950 per Kwh, serta diperkirakan masih dapat terus diturunkan hingga mendekati TDL, jelasnya.

Dia mengatakan, dalam komponen tarif saat ada tiga pola pembiayaan yang akan dipakai APBN, pembelian listrik swasta, serta yang terakhir dengan menerbitkan surat berharga (obligasi).(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009