Pontianak (ANTARA News) - Minimnya kapal patroli membuat Departemen Kelautan dan Perikanan hanya mampu menyelamatkan sekitar Rp24 miliar dari potensi kerugian sebesar Rp90 miliar sewaktu menangkap delapan kapal ikan asal China di perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia Sabtu (20/6) siang.

"Ada sekitar 30 kapal ikan pada waktu penangkapan di kawasan itu. Tapi karena kapal patroli DKP hanya ada tiga yang tertangkap hanya delapan kapal," kata Dirjen Pengawasan Dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan Dan Perikanan(P2SDKP) Aji Sularso pada wartawan di Pontianak Selasa malam.

Ia menambahkan, dari delapan kapal tersebut masing-masing memuat 130 ton hingga 150 ton ikan dalam berbagai jenis. Harga setiap kilogram di China diperkirakan Rp30 ribu.

Asumsi rata-rata setiap kapal yang beroperasi di kawasan itu mendapat 100 ton saja, maka ada Rp3 miliar yang hilang dari perairan Indonesia.

Menurut Aji Sularso, dari jenis dan ukuran ikan yang ditemukan, kapal-kapal tersebut menggunakan alat tangkap jenis trawl. Selain itu, Indonesia tidak lagi memberikan izin penangkapan untuk kapal ikan dari China sejak tahun 2007 karena selalu menjual hasil tangkap di negara itu, bukan di Indonesia.

DKP akan secepatnya memproses kasus ini supaya secepatnya dilimpahkan ke Kejaksaan dan Pengadilan Negeri. Sementara terhadap 77 anak buah kapal, tiga diantaranya wanita, akan segera dideportasi ke negara asal.

Untuk mengantisipasi kekurangan kapal patroli, DKP memaksimalkan kerja sama dengan Polri. DKP juga bisa meminta tambahan anggaran untuk membiayai operasional kapal patroli milik TNI AL.

Saat ini kedelapan kapal tersebut sudah bersandar di dermaga milik DKP Pontianak di Desa Sungai Rengas, Kabupaten Kubu Raya.

Masing-masing kapal berukuran 300 gross ton yang terbuat dari besi.

Kapal patroli DKP yakni Hiu 003, Hiu 010, Hiu 001 menangkap delapan kapal ikan asal China di Laut China Selatan pada koordinat lima derajat lintang utara dan 110 bujur timur.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009