Srinagar, India (ANTARA News/AFP) - Seorang tewas dan 10 lain cedera Senin ketika polisi menembakkan peluru dan gas airmata ke arah ribuan muslim yang melakukan protes menentang pelecehan polisi di Kashmir India, kata polisi.

Peristiwa itu terjadi di kota Baramulla di wilayah utara, kata seorang polisi, yang menambahkan bahwa polisi menembaki "pemrotes yang beringas untuk menegakkan hukum dan ketertiban" di kota tersebut.

Ribuan orang turun ke jalan di Baramulla, sekitar 55 kilometer sebelah utara Srinagar, ibukota musim panas Kashmir, setelah seorang muslimah mengeluhkan pelecehan yang dialaminya di sebuah kantor polisi tempat ia menyampaikan pengaduan.

Dengan meneriakkan "Kami ingin kemerdekaan" dan "Allah Maha Besar", ribuan orang berpawai di kota itu. Beberapa dari mereka melemparkan batu ke arah polisi, dan aparat kepolisian membalas dengan menembakkan peluru dan gas airmata, kata sejumlah saksi mata.

"Seorang pemuda yang berusia 19 tahun tewas akibat penembakan," kata polisi itu, yang menambahkan bahwa 10 orang lain cedera, tiga diantaranya terkena peluru.

Kawasan itu, dimana sentimen anti-India sangat dalam, sebelumnya sudah dilanda protes setiap hari karena pemerkosaan dan pembunuhan dua wanita muda yang mayatnya ditemukan di sebuah aliran sungai pada 30 Mei.

Polisi India sebelumnya bersikeras bahwa mereka tewas tenggelam, namun keluarga mereka menuduh bahwa kedua muslimah itu diculik, diperkosa dan dibunuh oleh anggota-anggota pasukan keamanan yang ditempatkan di wilayah yang dilanda pemberontakan itu.

Pengujian forensik kemudian menetapkan bahwa wanita-wanita itu memang diperkosa dan polisi telah mencatat sebuah kasus pembunuhan.

Perdana Menteri India Manmohan Singh telah memperingatkan bahwa pemerintahnya akan mengambil tindakan keras terhadap pelaku pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir dan menawarkan perundingan dengan separatis di wilayah yang disengketakan itu.

Peringatan itu disampaikan pada pertengahan Juni sebagai tanggapan atas pertanyaan mengenai protes menyangkut pemerkosaan dan pembunuhan kedua muslimah itu di Kashmir, yang disebut-sebut dilakukan oleh beberapa aparat keamanan India.

Ia juga menyatakan siap mengadakan perundingan dengan para politikus regional serta separatis anti-India di Kashmir.

Kashmir dilanda pemberontakan muslim selama hampir 20 tahun untuk menentang kekuasaan India yang menurut data resmi telah menewaskan lebih dari 47.000 orang.

Kekerasan yang melibatkan pasukan India dan separatis muslim menurun di Kashmir sejak India dan Pakistan memulai proses perdamaian yang bergerak lambat pada 2004.

New Delhi menghentikan dialog itu setelah serangan-serangan Mumbai pada November tahun lalu yang menewaskan lebih dari 160 orang.

Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, jurubicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.

India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka.

India dan Pakistan terlibat dalam tiga perang dan hampir terjerumus ke dalam perang keempat setelah serangan militan pada 2001 terhadap gedung parlemen India.

Dua dari tiga perang itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.

Lebih dari 40.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pemberontak Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pemberontak Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009