Moskow (ANTARA News/AFP) - Rusia hari Senin memulai latihan militer terbesarnya di Kaukasus sejak perang dengan negara tetangganya, Georgia, tahun lalu, dengan memobilisasi ribuan prajurit sebagai peringatan tegas terhadap musuhnya itu.

Georgia segera mengecam sebagai "berbahaya" latihan sepekan itu, yang dilakukan tepat di sebelah utara lokasi dimana pasukan Rusia dan Georgia terlibat dalam perang menyangkut wilayah separatis Ossetia Selatan.

Sekitar 8.500 prajurit mengambil bagian dalam latihan "Kaukasus 2009" itu, yang diperkuat dengan 200 tank, 450 kendaraan lapis baja dan 250 meriam dari berbagai tipe, menurut Kementerian Pertahanan Rusia.

Kementerian itu mengatakan, latihan perang yang dipusatkan pada kontra-terorisme dan pertahanan sasaran strategis itu akan berlangsung sampai 6 Juli -- hari ketika Presiden AS Barack Obama tiba di Moskow untuk pertemuan puncak yang telah lama ditunggu-tunggu.

"Tujuan dari latihan itu adalah menetapkan kondisi nyata kesiapan tempur dan mobilisasi pasukan yang ditempatkan di wilayah baratdaya Rusia," kata jurubicara militer setempat Letkol Andrei Bobrun kepada kantor-kantor berita Rusia.

Satu sumber militer tingkat tinggi dikutip Interfax mengatakan, Georgia masih mengupayakan "petualangan militer" dan telah membangun kapasitas militernya pada tingkat yang sama seperti Agustus lalu.

"Kepemimpinan Georgia saat ini belum menghentikan petualangan militer... atau berusaha mengatasi masalah teritorialnya melalui penggunaan kekerasan," kata sumber itu, menunjuk pada Presiden Georgia Mikheil Saakashvili.

Pasukan Rusia yang kini bermarkas di wilayah separatis Abkhazia dan Ossetia Selatan juga akan mengambil bagian dalam latihan militer tersebut, kata kementerian pertahanan.

Pasukan Rusia memasuki Georgia untuk mematahkan upaya militer Georgia menguasai lagi Ossetia Selatan pada 7-8 Agustus 2008. Perang lima hari pada Agustus itu meletus ketika Tbilisi berusaha memulihkan kekuasannya dengan kekuatan militer di kawasan Ossetia Selatan yang memisahkan diri dari Georgia pada 1992, setelah runtuhnya Uni Sovyet.

Georgia dan Rusia tetap berselisih setelah perang singkat antara mereka pada tahun lalu itu. Hubungan Rusia dengan negara-negara Barat memburuk setelah perang tersebut.

Selain Ossetia Selatan, Abkhazia juga memisahkan diri dari Georgia pada awal 1990-an. Kedua wilayah separatis itu bergantung hampir sepenuhnya pada Rusia atas bantuan finansial, militer dan diplomatik.

Georgia tetap mengklaim kedaulatan atas kedua wilayah tersebut dan mendapat dukungan dari Barat

Ossetia Selatan pada 11 Maret menyatakan akan mengizinkan pasukan Rusia menggunakan wilayah tersebut untuk pangkalan militer selama 99 tahun.

Pemimpin Abkhazia Sergei Bagapsh juga mengatakan sebelumnya pada Maret, provinsi itu akan segera menandatangani sebuah perjanjian yang mengizinkan Rusia membangun sebuah pangkalan di wilayah separatis lain Georgia itu untuk kurun waktu 49 tahun.

Rencana Rusia untuk tetap menempatkan ribuan prajurit di Abkhazia dan Ossetia Selatan telah membuat marah Tbilisi dan sekutu-sekutu Barat-nya, yang mengatakan bahwa hal itu melanggar gencatan senjata yang mengakhiri perang.

Pengakuan Moskow atas kemerdekaan kedua wilayah itu menyulut kecaman dari Georgia dan banyak negara Barat.

Rusia meresmikan pengakuannya atas kemerdekaan kedua wilayah Georgia yang memisahkan diri itu, Ossetia Selatan dan Abkhazia, pada 16 Januari ketika Presiden Dmitry Medvedev menerima duta-duta besar pertama mereka yang bersanding sejajar dengan para duta besar dari negara anggota NATO.

Nikaragua memberikan "pengakuan penuh" kepada republik-republik Abkhazia dan Ossetia Selatan sebagai "anggota baru komunitas negara merdeka dunia".(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009