Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Hukum Nasional Saldi Isra meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera memanggil Kepala BPKP Didi Widayadi untuk memberikan klarifikasi benar atau tidaknya yang bersangkutan diperintah presiden untuk mengaudit KPK.

"Pemanggilan itu diperlukan sekaligus untuk membuktikan apakah nama SBY hanya dicatut untuk suatu konspirasi busuk penggembosan gerakan anti korupsi," kata Saldi, dalam temu pers di gedung KPK, di Jakarta, Selasa.

Temu pers itu juga dihadiri 11 tokoh pengamat bidang kebijakan publik, hukum dan anggota DPD yakni Effendy Gazzali, emerson Junto, Fadjroel Rachman, Hamid Chalid, Irman Putra Sidin, Ismed Hasan Putro, Marwan Batu Bara, Ray Rangkuti, Rocky Gerung, Sukardi Rinakit dan Zainal Arifin Muchtar.

Mereka sengaja mendatangi KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, guna memberikan dukungan moral atas `penggembosan` yang tekah terjadi terhadap KPK.

Menurut Saldi, jika benar SBY tidak pernah memerintahkan Didi untuk mengaudit KPK, maka Presiden harus membuktikan dengan memberikan sanksi keras kepada Kepala BPKP dan Kapolri untuk dipecat.

"Sanksi keras itu diperlukan dan kejelasannya harus disampaikan kepada publik. Karena publik mempunyai hak untuk mengetahuinya," katanya.

Ia menjelaskan, Kepala BPKP yang juga adalah seorang purnawirawan Polisi berbintang tiga dengan begitu percaya diri menyambangi KPK dan sesumbar ingin mengaudit KPK atas perintah Presiden.

Langkah yang terlampau berani bahkan melampaui kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang ini dapat dijadikan dasar dugaan bahwa adanya konspirasi antara Kepala BPKP, Kapolri dan Presiden selaku atasan kedua lembaga tersebut dalam agenda pengembosan KPK.

"Kita bersyukur, Presiden SBY membantah telah memerintahkan lembaga di bawahnya untuk melakukan audit kepada KPK," katanya, tetapi memang itu harus segera dibuktikan dengan segera memanggil Didi.

Tindakan itu penting agar rakyat percaya bahwa Presiden benar-benar memiliki komitmen kuat pada upaya pemberantasan korupsi.

Jika langkah ini tidak segera diambil oleh presiden, maka jangan salahkan jika rakyat berpikir bahwa Presiden yang berwenang penuh atas Polri dan BPKP, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konspirasi besar itu.

"Karena itu presiden boleh mengambil langkah nyata untuk menunjukkan komitmennya semula bahwa ia akan memimpin sendiri upaya pemberantasan korupsi, sebagaimana dinyatakan pada awal masa pemerintahannya," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009