Moroni (ANTARA News/AFP) - Satu-satunya korban selamat kecelakaan maskapai  Yaman yang jatuh di lepas pantai Kepulauan Komoro bernama Bahia Bakari (12), terbang ke negeri asalnya di Paris dengan pesawat pemerintah Prancis, kata para pejabat.

Satu-satunya korban selamat dari kecelakaan pesawat yang menewaskan 152 orang itu, selama lebih dari 10 jam bergayut pada puing-puing di Samudra Hindia sebelum kemudian mendapat pertolongan, kata beberapa pejabat.

Kesehatan gadis tersebut juga dilaporkan berangsur pulih, sementara ibunya dikhawatirkan hilang atau tewas akibat kecelakaan fatal di Moroni itu.

Bakari tiba di bandara Paris, Le Bourget, beberapa saat setelah pukul 08:00 waktu setempat, dengan Menteri Kerjasama Prancis Alain Joyandet.

Para dokter memutuskan aman bagi gadis itu untuk pulang ke negaranya, meskipun mengalami retak tulang leher dan luka bakar pada lutut, kata Joyandet.

Ayah Bahia, Kassim Bakari, mengatakan kepada AFP, putrinya terlempar dari pesawat Airbus A310 ke laut hingga menderita retak tulang leher serta luka bakar di lutut, tapi tak menderita luka yang mengancam jiwanya.

"Ia bisa mendengar suara orang sedang berbicara, tapi tengah malam ia tak dapat melihat apa pun. Ia dengan susah-payah berpegang pada potongan sesuatu."

Joyandet mengatakan bahwa, saat dia merasa terkejut, dia hanya bisa menyebutkan beberapa kejadian pada saat-saat terakhir pesawat itu menjelang celaka.

"Ia mengatakan saat itu ada instruksi diberikan kepada penumpang agar memasang sabuk pengaman, setelah itu merasakan sesuatu seperti listrik, istilah yang ia gunakan (untuk menggambarkan musibah itu.

Kemudian, dengan sangat cepat, ia sudah berada di air, berpegang pada satu potongan badan pesawat yang digunakannya untuk berjuang dan bertahan hidup selama lebih dari 10 jam atau lebih," katanya.

Ketika petugas pertolongan datang setelah hari terang, ia terlalu lemah untuk bereaksi.

"Kami berusaha melemparkan pelampung. Ia tak dapat meraihnya. Saya harus melompat ke air untuk menangkap dia," kata seorang petugas pertolongan kepada stasiun radio Prancis, Europe 1, dan mengatakan ia terlihat mengambang di tengah mayat dan pecahan badan pesawat.

"Ia gemetar, dan gemetar. Kami menaruh empat selimut. Kami memberi dia air panas manis. Kami menanyai namanya, desa tempat tinggalnya," katanya.

Kepala satuan krisis pemerintah di Kepulauan Komoro mengatakan, remaja itu selamat dalam kondisi yang sungguh aneh. "Itu benar-benar ajaib, Gadis muda tersebut hampir tak dapat berenang," kata Ibrahim Abdoulazeb.

Remaja putri ini diberi tahu ibunya selamat dari kecelakaan itu, saat dia menanyakan keadaan ibunya.

"Ketika saya berbicara dengan dia, ia bertanya mengenai ibunya. Mereka memberitahu dia bahwa ibunya berada di ruang sebelah, agar gadis remaja tersebut tidak diserang trauma. Tetapi itu tidak benar. Saya tidak tahu siapa yang akan memberitahu dia," katanya.

Di Paris, pihak militer Prancis mengatakan, pesawat Transall ikut ambil bagian
dalam upaya pencarian dan pertolongan Rabu, tetapi tidak ditemukan ada jenazah atau puing-puing yang besar.

"Gelombang laut buruk, angin bertiup kencang dan kini mungkin menjadi sangat kuat," kata juru bicara militer, Kapten Christophe Prazuck.

Dia menambahkan, bahwa sebuah kapal frigat Prancis akan bergabung untuk upaya pencarian `dalam beberapa jam mendatang,` akan diikuti oleh sebuah kapal perang Italia yang diperintahkan NATO untuk melakukan operasi anti perompakan di lepas pantai Somalia.

Sementara itu maskapai penerbangan Yemenia, yang kini diserang kemarahan para keluarga korban berkaitan soal keselamatan, mengatakan akan membayar ganti rugi 20.000 uero (sekitar Rp279 juta) kepada keluarga masing-masing korban.

Sementara itu Wakil Presiden Komoro, Idi Nadhoim, mengecam Prancis atas terjadinya kecelakaan, dengan mengatakan Paris hendaknya mengingatkan mereka bahwa penggunaan pesawat bermesin dua saat ini tidak aman. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009