Jakarta,(ANTARA News) - Direktur Eksekutif Pedoman Indonesia Fadjroel Rachman mendesak Andi Mallarangeng untuk mengundurkan diri sebagai juru bicara presiden karena ia dinilai telah melakukan pelecehan dan penghinaan konstitusional terhadap hak politik setiap warganegara termasuk suku Bugis atau orang Sulsel.

"Andi berpikir dan bersikap diskriminatif secara politik terhadap suku bugis atau orang Sulsel dan menonjolkan perbedaan SARA dalam kampanye pilpres di Universitas Hasanuddin," ujar Fadjroel di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, pemerintahan demokratis di Indonesia tidak boleh diisi dan dijalankan oleh pejabat publik yang berpikir, bersikap dan bertindak serta melakukan diskriminasi politik terhadap warganegara atau suatu suku bangsa tertentu.

Untuk itu, Fadjroel berpendapat, mengundurkan diri adalah tanggungjawab etis dan politik terhadap Andi terhadap konstitusi dan demokrasi.

Sebelumnya saat berorasi kampanye di Makassar, Rabu (1/7), Andi yang juga Ketua Departemen SDM Partai Demokrat menyebutkan bahwa "belum saatnya orang Sulsel menjadi presiden."

Pernyataan Andi Mallarangeng tersebut segera memancing protes masyarakat Sulsel yang kemudian menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran menuntut Andi meminta maaf dan mencabut pernyataannya.

Saat berunjuk rasa itu, Juru bicara Koalisi Rakyat Sulsel Anti Rasis, Subhan Djaya Mappaturung mengatakan bahwa perkataan Andi sangat tidak etis karena dianggap merendahkan satu etnis serta bertentangan dengan konstitusi dan semangat NKRI yang mengedepankan kesetaraan dan kesamaan pada semua kelompok suku.

"Pernyataan itu sangat menghina serta melukai hati suku-suku bangsa di Indonesia. Ada kesan dari pernyataan Andi bahwa hanya suku tertentu saja yang bisa jadi presiden. Padahal semua memiliki kesempatan yang sama," kata Subhan.

Sementara itu Andi Mallarangeng membantah telah menghina masyarakat Sulawesi Selatan dalam pidato kampanyenya di Makassar Rabu (1/7). Kepada masyarakat Sulawesi Selatan, dia meminta agar ucapannya saat pidato kampanye didengar secara utuh.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009