Tel Aviv, (ANTARA News) - Hanya satu jam berkendara dari perbatasan Jalur Gaza yang sedang dibom terus menerus oleh Israel, tampak bar dan cafe sibuk melayani pengunjung. Tel Aviv, kota mediteranian yang "tidak pernah tidur", hiruk pikuk seperti biasa. Bisnis tampaknya tidak terusik oleh perang yang berlangsung 60 kilometer jauhnya dari kota itu. Roket-roket HAMAS paling jauh dapat mencapai dua pertiga jarak tersebut. "Tidak banyak perubahan. Pelanggan tetap sama banyak," kata Shaul Edan di barnya di pusat kota tersebut kepada Reuters."Dari dulu, bisnis kami tetap bagus, meski saat ada perang." Tapi, begitu keluar dari kawasan gedung pencakar langit Tel Aviv, hawa bahaya pun mulai terasa, terutama di kota sekitar Tel Aviv seperti such as Yavne and Ashdod. Tel Aviv terakhir kali diguncang roket saat Perang Teluk tahun 1991. Roket itu diluncurkan dari Irak yang dipimpin Saddam Hussein. Kota itu juga pernah diguncang oleh bom-bom bunuh diri saat intifada tahun 2000. Tel Aviv juga di luar jangkauan 4.000 roket Hisbullah yang ditembakkan dari Lebanon saat perang tahun 2006. Tapi, jika terjadi perang lagi dengan Hisbullah, Tel Aviv tidak akan luput. Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak telah mengatakan bahwa gerilyawan itu punya 42 ribu roket dan dapat menjangkau titik manapun di Israel. Sementara itu di Jalur Gaza, hidup makin sulit. Sebanyak 1,5 juta warga Palestina menempati 360 kilometer persegi Jalur Gaza. Lebih dari tigaperempatnya adalah pengungsi yang terusir dalam perang Arab-Israel tahun 1948. Gaza direbut Mesir pada perang tersebut namun lepas ke Israel pada perang tahun 1967. Israel mundur dari wilayah itu tahun 2005 namun memegang kendali atas akses dari dan ke Gaza. Gaza merupakan salah satu tempat di dunia yang jumlah penduduknya paling muda dan paling cepat bertambah jumlahnya. Sekitar 45 persen warga Gaza adalah anak-anak di bawah 15 tahun sedangkan usia rata-ratanya adalah 17,2 tahun. Saat ini pertumbuhan penduduknya 3,42 persen sehingga dalam waktu 20 tahun saja jumlah warga Gaza akan berlipat dua. Israel memblokir wilayah itu tahun 2006 menyusul HAMAS yang memenangi Pemilu. Keadaan makin sulit sejak diberlakukannya sanksi internasional.HAMAS merebut Gaza dari Otoritas Palestina pimpinan presiden Mahmoud Abbas pada tahun 2007. Kebanyakan warga Gaza berpenghasilan kurang dari dua dolar (sekitar Rp22 ribu) per hari dan 80 persen dari mereka tergantung kepada bantuan pangan. Israel melarang eksports sehingga 98 persen industri di Gaza tutup dengan tingkat pengangguran 35 persen. Semua bantuan kemanusiaan juga dilarang masuk oleh Israel. Serbuan Israel makin mempersulit warga Gaza yang kekurangan makanan, bahan bakar masak, bensin, listrik dan air bersih. Bulan lalu Bank Dunia mengatakan hampir semua saluran pembuangan limbah dan pompa air tidak menyala karena kekurangan pasokan bahan bakar dan listrik. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009