Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah menunggu jawaban dari pemerintah Arab Saudi mengenai ketentuan pemberian vaksi meningitis untuk jemaah haji atau umroh, sebelum mereka mengeluarkan fatwa pengenai vaksin yang diduga mengandung ensim babi.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin di Jakarta Senin menyatakan, apabila sampai pertengahan Juli MUI belum mendapatkan jawaban dari Arab Saudi, maka fatwa mengenai penggunaan vaksin meningitis akan mengacu pada fatwa sebelumnya.

MUI beberapa waktu lalu mengeluarkan fatwa mengenai penggunaan vaksin meningitis yang menyebutkan bahwa vaksin meningitis boleh digunakan asalkan untuk keadaan darurat yakni ibadah haji atau umroh.

Meskipun demikian, Ma'ruf menyatakan khawatir apabila fatwa itu menimbulkan masalah baru yakni upaya memastikan kedaruratan seseorang berhaji atau berumroh.

"Wacana penggunaan vaksin untuk keadaan darurat seperti dalam melaksanakan ibadah haji atau umroh bisa menyebabkan jamaah harus diseleksi ulang tingkat kedaruratannya," katanya.

Ia menjelaskan, definisi keadaan darurat adalah ibadah haji yang dilaksanakan untuk pertama kalinya ataupun ibadah umroh yang harus dijalankan karena sudah menjadi nazar (janji).

"Jika tidak memenuhi kriteria yang disebutkan jamaah bisa saja dilarang menunaikan ibadah haji karena keadaannya mereka sudah tidak darurat lagi untuk melaksanakan ibadah haji," katanya.

Masalah penggunaan vaksin meningitis belum diputuskan karena masih menunggu penyelidikan mengenai ada atau tidaknya vaksin sejenis yang tidak mengandung bahan tersebut.

Kasus vaksin meningitis berenzim babi awalnya ditemukan dari hasil penelitian Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika MUI Sumsel yang bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang.

Vaksin meningitis sendiri juga digunakan calon jemaah haji dari berbagai negara seperti Arab Saudi, Iran, Nigeria, Yaman, Malaysia, Filipina, Singapura, Pakistan, Banglades, Ghana, India, Kazakstan, Kuwait, dan Libanon.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009