Jakarta (ANTARA News) - Hasil hitung cepat (quick count) pemilihan presiden (pilpres), 8 Juli 2009 dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan pasangan SBY-Boediono sementara unggul 60,17 persen, sedang Mega-Prabowo (27,27 persen) dan JK-Wiranto (12,55 persen).

Direktur Eksekutif LSI Denny JA dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu sore, menyatakan, hasil sementara hitung cepat LSI itu dapat diambil kesimpulan bahwa pilpres 2009 hanya akan berlangsung satu putaran, karena pasangan SBY-Boediono telah memperoleh angka di atas 50 persen yang mengungguli dua pasangan lainnya.

Hasil hitung cepat itu LSI telah mencapai angka 97,80 persen dan jumlah golput 28 persen. Hitung cepat dilakukan di 33 provinsi, mengambil sampel 2.000 TPS, menggunakan metode "multi stage random sampling" dan tingkat kesalahan sekitar 1 persen, serta data dikirim melalui SMS ke server LSI Jakarta.

Denny JA menjelaskan dari tujuh provinsi berpenduduk mencapai 70 persen penduduk Indonesia, yakni pasangan SBY-Boediono memperoleh angka di atas 50 persen di enam provinsi, yakni DKI (70,14 persen), Banten (63,80 persen), Jabar (64,03 persen), Jateng (52,80 persen), Jatim (59,68 persen) dan Sumut (68,11 persen), hanya kalah di Sulsel (33 persen).

"Pasangan JK-Wiranto hanya mapu mengungguli kedua pasangan itu yakni di Provinsi Sulawesi Selatan (63,45 persen), sedang di enam provinsi lainnya suara hitung cepat dari LSI kurang dari 10 persen," katanya.

Sedangkan pasangan Mega-Prabowo, dalam hitng cepat hanya memperoleh angka di bawah 40 persen di tujuh provinsi, yakni DKI (20,25 persen), Banten (28,01 persen), Jabar (26,74 persen), Jateng (38,24 persen), Jatim (30,83 persen), Sumut (26,42 persen) dan Sulsel (3,55 persen).

Denny menegaskan, hasil pemenng sesunggugnya berasal penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhir Juli 2009, sedang hitung cepat LSI merupakan proyeksi dari perwakilan 2000 TPS di Indonesia yang dalam pemilu legislatif 9 April lalu, hasilnya hampir sama dalam persentase dibanding hasil resmi KPU.

Menurut dia, beberapa alasan SBY-Boediono unggul dalam satu putaran, yakni dalam posisi SBY sudah sangat kuat sebelum kampanye pilpers dimulai 8 Juni 2009, yakni dalam survei LSI awal Juni 2009, SBY-Boediono memperoleh suara 63,1 persen dari pilihan responden, Mega-Prabowo (16,4 persen), JK-Win (5,9 persen), dan belum menentukan (14,6 persen).

Era kampamnye selama sebulan tidak signifikan untuk menurunkan suara pasangan SBY-Boediono yang dalam survei LSI yakni 63,1 persen menurun menjadi 60,17 persen pada hitung cepat LSI (8/7), sedangkan pasangan JK-Win berhasil naik 7 persen yakni dari 5,9 persen pada survei menjadi 12,55 persen pada hitung cepat, Mega-Pro naik 11 persen dari 16,4 persen pada survei menjadi 27,27 persen pada hitung cepat LSI, katanya.

Selain itu, figur dan personalitas SBY sangat disukai oleh responden pemilih pada survei LSI pada awal Juni 2009 mencapai 90 persen, sehingga sulit tergoyahkan dalam pilpres, serta umumnya publik dalam survei LSI tersebut juga menyatakan puas dengan kondisi hidupnya di berbagai sektor yang menguntungkan SBY sebagai "incumbent".

Denny menambahkan, dengan keunggulan suara hitung cepat pilpres dari LSI ini, SBY-Boediono memiliki semua syarat untuk memimpin pemerintahan yang kuat di Indonesia periode 2009-2014, karena menguasai mayoritas DPR yang didukung koalisi lima partai perolehan suara pemlu di ats 2,5 persen yakni Partai Demokrat, PKS, PPP, PKB dan PAN.

Selain itu, pasangan SBY-Boediono akan menang dalam pilpres satu putaran karena memiliki suara di atas 50 persen pemilih dan selanjutnya pasangan tersebut harus mampu membentuk kabinet dan menyusun program untuk menumbuhkan ekonomi.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009