San Francisco (ANTARA News/Reuters) - Para analis keamanan jaringan komputer meragukan Korea Utara telah melancarkan serangan Internet yang terjadi belakangan ini terhadap laman-laman milik pemerintah AS dan Korea Selatan dengan menyebut pelakunya mungkin saja mata-mata bisnis atau orang-orang iseng.

Lebih dari dua lusin laman di Amerika Serikat dan Korea Selatan, termasuk Departemen Luar Negeri AS, telah diserang dalam beberapa hari belakangan.

Dinas Rahasia Korea Selatan menyatakan Korea Utara mungkin berada di balik serangan cyber ini, sementara pemerintah AS menilai terlalu cepat untuk memberi kesimpulan seperti itu, dan para pakar keamanan Internet mengamininya.

Dampak serangan yang disponsori negara itu parah, kata pakar SecureITExperts, Mark Rasch, yang mengetuai Unit Kejahatan Komputer, Departemen Kehakiman AS, dari 1983 sampai 1991.

"Dalam hukum perang, tak bedanya antara menjatuhkan bom intelek dengan menjatuhkan bom TNT (nuklir)," katanya seraya menambahkan bahwa Korea Utara tidak bisa disebut dibalik manuver ini karena serangan muncul tidak dari komputer yang berada di negara Asia penyendiri itu.

"Ini bukan ulah anak-anak iseng. Di sisi lain, ini juga bukan hasil kerja serangan yang disponsori negara," kata Rasch.

Serangan cyber ini dilakukan dengan cara membombardir situs jaringan dengan pesan-pesan yang seolah ingin memperoleh informasi. Serangan-serangan ini, demikian para analis, dirancang terutama untuk mengacaukan sistem daripada menembus atau mencuri data. Serangan cyber model ini sulit dilacak.

Serangan cyber ini bisa jadi sebuah ancaman serius dari Korea Utara yang setara dengan peluncuran peluru kendali negeri itu beberapa waktu lalu, namun bisa saja dilakukan oleh para peretas demi uang atau demi iseng saja.

Pesan-pesan itu bisa dibungkus dengan cara memasukkan program komputer spyware atau malware yang bisa segera diaktifkan, kata para analis.

Serangan-serangan dimulai pada 4 Juli, bertepatan dengan Libur Hari Kemerdekaan AS.

Rodger Baker, Direktur Analisis Asia Timur dari Stratfor, menyebut tanggal mulai serangan adalah juga hari ulang tahun kematian pendiri Korea Utara Kim Il Sung dan peluncuran peluru kendali Korea Utaran memperkuat spekulasi bahwa negara itu berada dibalik serangan.

Analis lainnya mengabaikan Korea Utara karena menurut mereka serangan itu dilatarbelakangi oleh faktor finansial.

"Tiga triliun dolar AS adalah nilai kerugian ekonomi akibat serangan peretas setiap tahunnya, bukan hanya pencurian data keuangan tetapi juga spionase dagang (industri)," kata Tom
Kellermann dari Core Security Technologies.

"Anda bisa perhatikan ada komunitas besar penyerang bayaran yang siap disewa yang memperoleh untung dari keahliannya berkomputer, khususnya dalam resesi global ini, para profesional IT yang kehilangan pekerjaan dan mendapatkan manfaat dari kemampuan berkomputernya dan keahlian teknologisnya untuk keluar masuk sistem."

Para analis juga berdebat soal mengapa Korea Utara melakukan serangan yang tidak canggih ini karena meskipun didera krisis keuangan, negara ini memiliki unit perang cyber dan akademi peretas, kata Kellermann.

"Dari pengamatan kami, serangan-serangan yang disponsori negara mudah dimonitor," kata eksekutuf Mandiant, Mike Malin.

"Jika anda ingin melancarkan serangan yang canggih, anda tak akan memperingatkan orang mengenai ancaman seperti ini. Ini akan membangunkan para pengaman jaringan dan anda pun kehilangan elemen kejutan," kata James Lewis dari Center for Strategic and
International Studies. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009