Darwin (ANTARA News) - Otoritas terkait Australia, Selasa malam, memulangkan empat dari lima orang nelayan Indonesia yang merupakan awak perahu ikan "KMN Memori" asal Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang ditangkap di zona penangkapan ikan negara itu 3 Juli lalu.

Sekretaris III Fungsi Pensosbud Konsulat RI Darwin, Wahono Yulianto, mengatakan, ke-empat orang nelayan asal Kupang itu dipulangkan dengan menumpang pesawat Jetstar rute penerbangan Darwin-Denpasar, Selasa malam.

Ke-empat nelayan yang sempat mendekam di Pusat Penahanan (detention center) Imigrasi Australia di Darwin sejak 5 Juli itu adalah Iwan Juventino, Pipo Milano Jefta Nalle, Agun Prasetyo Aji, dan Frans Deten, sedangkan nakhoda perahu, Ical Afteo, masih tinggal di Pusat Penahanan, katanya.

Wahono mengatakan, ia menerima kabar bahwa Ical tidak mau makan. Untuk mengetahui kondisinya, dia berencana menemui Ical di tahanannya Rabu.

Menurut Wahono, kerja sama yang semakin baik antara instansi terkait Indonesia dan Australia dalam pengamanan perairan masing-masing negara berdampak positif terbukti dari semakin menurunnya jumlah kasus penangkapan ikan secara tidak sah yang melibatkan nelayan Indonesia di negara itu.

Selain itu, ANTARA mencatat, dalam beberapa tahun terakhir, otoritas keamanan Australia juga bertindak tegas, termasuk menenggelamkan ratusan perahu ikan nelayan Indonesia yang tertangkap di perairan negara itu.

Sepanjang 2008, jumlah nelayan yang ditangkap dan ditahan di Darwin kurang dari 600 orang atau turun drastis dibandingkan jumlah tahun 2007 yang tercatat 980 orang.
Bagi nelayan tradisional Indonesia, kedua negara menyepakati MoU Box 1974 yang mengizinkan mereka ke Ashmore Islands (gugusan pulau karang) milik Australia.

Namun para nelayan tradisional itu hanya diizinkan berlabuh di gugusan pulau karang milik Australia tersebut untu mengambil air tawar dan mencari ikan di pulau-pulau yang telah disepakati selama mereka tidak mengambil hewan laut yang dilindungi, seperti teripang.

Berdasarkan MoU Box 1974 tersebut, kawasan yang dibolehkan bagi para nelayan tradisional Indonesia adalah kepulauan karang Scott, Seringapatam, Pulau Browse, kepulauan karang Ashmore, Pulau Cartier dan perairan di sekitarnya.

Sekalipun diberi akses, Australia membatasi pemahaman kata "tradisional" itu hanya pada perahu-perahu dayung atau berlayar dengan alat tangkap yang tradisional pula. Perahu-perahu sudah menggunakan mesin apalagi GPS (Global Positioning System) tidak dibolehkan.

Australia mengabaikan faktor perkembangan teknologi kebaharian dan alat tangkap untuk mengurangi hak tradisional para nelayan Indonesia di wilayah-wilayah yang diatur dalam kesepakatan dua negara yang dikenal dengan "MoU Box 1974". (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009