Yogyakarta (ANTARA News) - Indonesia membutuhkan hakim yang bukan saja berintegritas tinggi, tetapi juga berani proaktif melakukan transformasi dan reformasi peradilan.

"Untuk itu, diperlukan hakim yang concern (peduli) dengan nilai-nilai suci dan luhur seperti pesan Nabi Muhammad SAW," kata Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas pada seminar membangun budaya antikorupsi di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, pesan Nabi Muhammad SAW itu adalah semulia-mulianya manusia adalah mereka yang paling berfaidah untuk sesamanya dan tangan di atas lebih utama dari pada tangan di bawah.

"Lebih mulia memberi, yakni memberikan putusan yang progresif dan mampu mentransformasikan bangsa yang sedang dilanda budaya permisifisme," katanya.

Ia mengatakan, peradilan dengan unsur utama pada hakim memiliki peran strategis dan mengandung nilai esensial berupa pembebasan, keadilan, kebenaran, kesetaraan, keseimbangan, dan kemanusiaan dalam setiap putusan hakim.

"Tugas hakim itu memerlukan iklim yang kondusif, yakni iklim politik dan budaya yang menempatkan hakim dan jajaran peradilan pada posisi yang imparsial dan independen," katanya.

Satu putusan bersifat profesional jika lahir dari hakim yang hidup dalam suasana budaya yang bersih, jujur, dan jauh dari pengaruh simbol-simbol budaya elitisme dan materialisme, jelasnya.

Ia mengatakan, konsep bersih pada peradilan bukan saja terbatas pada perilaku moral keseharian di luar tugas hakim mengadili perkara, namun juga hakim yang berkemampuan dan integritas serta ilmu yang komprehensif. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009