Yogyakarta (ANTARA News) - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jika akhirnya memenangkan pemilu presiden, kemungkinan akan membentuk kabinet yang berbeda dengan sebelumnya, kata pengamat sosial politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito, MSi.

"Jika SBY menjabat presiden periode 2009-2014, ini berarti yang kedua, sehingga tentu saja periode sebelumnya 2004-2009 menjadi pelajaran berharga bagi dirinya yaitu bagaimana memilih dengan tepat para pembantunya di pemerintahan," katanya di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, SBY harus tepat memilih para pembantunya untuk mengendalikan roda pemerintahan, dan menjaga kekompakan kabinet terutama dalam upaya menjaga stabilitas pemerintahan.

Atas dasar itu, kata Arie, maka dalam urusan membentuk kabinet SBY kemungkinan akan mengambil langkah strategis yang berbeda dibandingkan masa pemerintahan sebelumnya, karena ada beberapa hal yang mempengaruhinya.

"Faktor yang mempengaruhinya adalah kemenangan Partai Demokrat (PD) sebagai partai pendukung utama SBY dalam Pemilu 2009. Ini merupakan modal besar bagi SBY untuk membangun keyakinan dalam melakukan konsolidasi pemerintah dan parlemen seefektif mungkin," katanya.

Selain itu, kemenangan pasangan SBY-Boediono yang mencapai 60 persen lebih perolehan suara dalam Pemilu Presiden 2009 menjadi basis legitimasi yang kuat untuk melangkah tanpa harus dikendalikan parpol-parpol dalam blok politiknya.

"Pada penyusunan kabinet nanti, tidak mudah bagi parpol yang merasa bagian dari blok pendukung SBY langsung bisa mengajukan calonnya kepada SBY, karena sebelumnya tidak ada kontrak secara eksplisit mengenai jatah jumlah menteri jika SBY menang," katanya.

Ia mengatakan secara umum dalam pelaksanaan Pemilu Presiden 2009 banyak parpol yang tidak solid secara struktural dalam menjalankan tugasnya sebagai "mesin suara" bagian kerja blok politik setiap pasangan capres-cawapres.

"Jika dihitung secara cermat dari ketiga kontestan pada pemilu presiden lalu, hanya tiga atau empat parpol yang benar-benar solid dengan garis komando yang tegas mengenai pilihan sampai kepada konstituennya," katanya.

Sehingga, menurut dia, tidak mengherankan jika banyak terjadi disersi politik, bahkan ada instruksi pemimpin parpol atau pemimpin ormas besar sekalipun, belum tentu ditaati konstituennya.

Dengan keadaan semacam ini, Arie memperkirakan secara psikologis tidak mungkin parpol yang secara formal mendukung SBY kemudian dengan mudah menagih "janji" untuk mendapatkan jatah menteri, karena proses kerja politik sebagian besar ditopang kerja non struktural parpol.

"Jika pada 2004 SBY hanya mengantongi sekitar tujuh persen sebagai basis pendukungnya, dongkrakan suara Partai Demokrat sebanyak 20 persen lebih menjadi alasan bagi SBY bahwa komposisi kabinet tidak bisa ditentukan oleh intervensi dan sekadar akomodasi dengan partai-partai lainnya yang mendukungnya," katanya.

Ia mengatakan dalam mempertimbangkan tantangan ekonomi politik lokal, nasional dan global, SBY tentu akan mempertimbangkan secara serius bagaimana para pembantunya mampu menjalankan agenda-agendanya.

"Struktur kabinet ke depan pasti akan tetap memadukan antara ukuran profesional-teknokratik dengan politik-representasi. Hanya saja, bobotnya pasti akan lebih besar pada kaum profesional-teknokratik," katanya.

Menurut dia, memang tidak mungkin SBY mengabaikan aspek politik-representasi sebagai bagian dari negosiasi dalam mengatur kekuasaan. "Persyaratan kapasitas dan kompetensi pasti akan menjadi pertimbangan SBY saat menilai seseorang yang diajukan dari parpol," katanya.

Berkaitan dengan orientasi pemerintahan yang akan dituju SBY dalam waktu lima tahun ke depan, kemungkinan yang akan menjadi tumpuan adalah mendagri, menteri keuangan, menteri luar negeri, menteri hukum dan HAM serta jaksa agung.

"Kementerian tersebut akan menjadi sorotan utama publik, karena disitulah yang akan menjadi ukuran kemajuan dari pelaksanaan kebijakan pemerintahan SBY," katanya.

Ia mengatakan "prestasi kerja" SBY dalam pemberantasan korupsi pasti akan dilanjutkan, dengan mengambil langkah-langkah konsisten dalam penegakan hukum, sekaligus menepis rumor seolah SBY akan memblokade Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu, menurut dia, berkaitan dengan kecenderungan penilaian dari lawan-lawan politiknya mengenai watak ekonomi SBY yang berhaluan pasar atau neoliberalisme, kemungkinan SBY akan membuat terobosan dan memberikan perimbangan kebijakan, yakni dengan menunjukkan keberpihakannya pada ekonomi kecil dan menengah yang selama ini menjadi basis pemilih SBY.

"Misalnya, peran strategis kementerian UKM (usaha kecil dan menengah) serta bagaimana kebijakan atas BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dengan memilih calon menteri yang benar-benar mampu, kompeten dan berkomitmen," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009