Semarang (ANTARA News) - Jaksa Agung, Hendarman Supandji mengaku bahwa dirinya sejak kecil justru bercita-cita dan memimpikan untuk menjadi seorang tentara, bukan jaksa.

"Saya sebenarnya bercita-cita menjadi tentara yang mati di medan pertempuran, namun ternyata malah menjadi jaksa," kata pria kelahiran Klaten, 6 Januari 1947 tersebut di Semarang, Jateng, Jumat.

Menurut dia, cita-cita menjadi tentara tersebut telah dipendamnya hingga lulus SMA, namun saat mendaftar tidak lolos, dan orang tuanya menganjurkan untuk kuliah mengambil ilmu hukum.

Akhirnya, dipilihlah Universitas Diponegoro Semarang untuk mengenyam berbagai ilmu tentang hukum hingga tahun 1972 yang membuatnya "banting setir" dari cita-cita semula jadi tentara.

"Saat itu, saya ingin menjadi seorang hakim, karena ingin menegakkan rasa keadilan bagi masyarakat," kata Hendarman yang mengaku selalu "mengalir" dalam menjalani hidup.

Menurut dia, cita-cita tersebut dikejarnya dengan melamar di Departemen Kehakiman, namun lowongan menjadi hakim ketika itu belum ada.

"Saya akhirnya diterima dan ditempatkan di bagian pembinaan undang-undang (UU), yang bertugas mengkliping berita atau UU, menyimpulkan, merangkum, dan melaporkannya kepada atasan," kata suami dari Sri Kusumo Amdani tersebut.

Akan tetapi, ternyata dirinya tidak betah dengan pekerjaan tersebut, karena menganggap tidak sesuai dengan karakter yang dimilikinya.

"Saya orangnya cenderung aktif, sedangkan pekerjaan saya di bidang pembinaan UU kala itu bersifat statis, sehingga saya merasa kurang `sreg`," katanya.

Kemudian, kata Hendarman, saat Kejaksaan membuka lowongan sekitar tahun 1973, dirinya mencoba peluang bekerja di institusi tersebut dan diterima.

Setelah beberapa lama bekerja di Kejaksaan, ternyata dia melihat berbagai hal yang tidak sesuai dan bertentangan dengan hati nuraninya.

"Banyak perdagangan perkara, suap-menyuap, dan pemerasan yang terjadi di Kejaksaan yang terjadi dan saya merasa tidak kuat menghadapinya," kata dia.

Ia mengaku beberapa kali ingin keluar dari Kejaksaan, namun dicegah oleh Prof. Satjipto Rahardjo. "Beliau memberi saya nasehat dan `wejangan` untuk tetap mengabdi di Kejaksaan," ujarnya.

Beberapa bidang di Kejaksaan yang pernah ditempatinya, antara lain atase Kejaksaan, pengajar di Pusat Pendidikan Kejaksaan, dan staf khusus Kejaksaan.

Perjalanan karirnya setelah itu justru semakin meningkat, dengan diangkatnya dia dalam berbagai jabatan dari Sesjamwas Kejaksaan Agung sampai menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

"Saya sebenarnya ingin menjadi Jaksa Agung Muda Pembinaan, namun Pak Abdul Rahman Saleh (Jaksa Agung saat itu) justru menunjuknya menjadi Jampidsus," kenangnya. (*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009