Jakarta (ANTARA News) - Karyawan Hotel JW Marriott mengatakan mereka ingin tetapbekerja di hotel bintang lima di kawasan Mega Kuningan Jakarta itu meskipun bom sudah mengguncang ketenangan mereka pada 5 Agustus 2003 dan 17 Juli 2009.

"Marriott sudah memberikan banyak kepada kami. Saya akan tetap bekerja," kata Wahidul Qohar (32), salah satu korban bom Mega Kuningan yang dirawat di Rumah Sakit Jakarta (RSJ), Minggu.

Komitmen tersebut dikemukakan Wahidul sesaat setelah keluar dari RSJ setelah tiga hari mendapat perawatan di rumah sakit yang didirikan tanggal 10 November 1953 itu. Sejak bekerja di Marriott, Wahidul ditempatkan di Departemen Concierge (pengawas pintu).

Dia mengatakan, shock yang dialaminya bukan berarti menyurutkan semangatnya untuk bekerja di Marriot. Ia dirawat di RSJ katanya bukan semata-mata karena shock, tetapi pendengarannya sedikit mengalami gangguan sehingga dokter baru mengizinkannya pulang pada Minggu sore.

Saat dirawat hingga pulang dari RSJ, Wahidul ditemani istrinya, Yunita Tasik Wulan, yang juga salah satu karyawan Marriott yang ditempatkan di Departemen Ad Your Service. Bahkan Yunita mengatakan, Senin besok dirinya sudah masuk kembali bekerja di hotel yang memegang merek dari Amerika Serikat itu.

"Saya besok sudah bekerja lagi. Kalau suami saya menurut dokter harus istirahat dulu," kata Yunita.

Berbeda dengan keluarga almarhum Syamsuddin, salah seorang anggota karyawan PT Permata Birama Sakti yang dipekerjakan sebagai petugas security di hotel JW Marriott.

Menurut Muzaena, istri Syamsuddin, tidak ada satupun keluarganya yang mau bekerja di Marriott, padahal katanya peluang untuk bekerja di hotel itu masih terbuka menggantikan posisi suaminya yang tewas di tempat saat bom bunuh diri memporak-porandakan Marriott 5 Agustus 2003 lalu.

"Tidak ada anak atau keluarga yang mau menggantikan bapaknya bekerja di Marriott," kata Muzaena, setelah menjenguk korban bom Mega Kuningan di RSJ, Minggu.

Menurut dia, tidak bersedianya keluarga bekerja di Marriott karena trauma atas peristiwa bom yang merenggut nyawa suaminya serta korban jiwa lainnya saat peristiwa bom bunuh diri 5 Agustus 2003 lalu.

Bom bunuh diri 2003 tersebut menewaskan 11 orang petugas hotel dan tamu, serta puluhan mengalami luka. Sementara bom 17 Juli yang membidik dua hotel berbintang lima tersebut menewaskan sembilan orang dan 53 orang luka berat dan ringan.

Hingga Minggu tim satu korban meninggal akibat ledakan bom tersebut berhasil di identifikasi tim Disaster Victim Identification (DVI). Korban bernama John Gear Rufer McEvoy seorang warga negara Australia.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009