Kupang (ANTARA News) - Ketua KPU Nusa Tenggara Timur (NTT), Johanes Depa, menegaskan, legalitas pleno rekapitulasi perhitungan suara Pilpres, tidak ditentukan oleh kehadiran saksi-saksi dari peserta Pemilu, tetapi oleh penyelenggara Pemilu Presiden (Pilpres).

"Legialitas hasil pleno tidak ditentukan oleh hadir atau tidaknya saksi pasangan calon. Tidak juga ditentukan oleh ada atau tidaknya tanda tangan saksi di berita acara. Legialitas pleno sangat ditentukan oleh kehadiran dan tanda tangan penyelenggara yakni ketua beserta anggota KPU," katanya di Kupang, Senin.

Depa dikonfirmasi terkait ketidakhadiran saksi dari pasangan calon Megawati Soekarnoputri- Prabowo Subianto (Mega-Prabowo) pada pleno rekapitulasi perhitungan suara Pilpres di KPU NTT, Minggu.

Ia mengaku untuk kegiatan pleno dimaksud, KPU telah melayangkan surat undangan ke tim pemenangan pasangan calon presiden dan wakil presiden, Mega-Prabowo. Namun hingga akhir pleno, saksi Mega-Prabowo tak hadir, sehingga belum menandatangani berita acara.

"Namun tidak ada persoalan karena pleno rekapitulasi perhitungan suara pilpres tingkat provinsi ini dinyatakan sah, setelah ditandatangani oleh ketua dan semua anggota KPU NTT dan ditambah dua saksi pasangan calon," katanya.

Berita acara pleno tersebut hanya ditandatangani dua saksi pasangan calon yakni pasangan Susilo Bambang Yudhoyono- Boediono (SBY- Boediono) oleh Gabriel Suku Kotan dan pasangan Jusuf Kalla- Wiranto (JK- Wiranto) oleh Peter Nenohay.

"Termasuk lima orang yang terdiri dari ketua Johanes Depa, dan anggota KPU NTT, masing-masing, Yoseph Dasi Djawa, Djidon de Haan, Maryanti Luturmas-Adoe, M. Nur Gasim. Semuanya menandatangani berita acara pleno rekapitulasi," katanya.

Sementara saksi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu, Mega-Prabowo, tak hadir dan menandatangani berita acara rekapitulasi perhitungan suara tingkat provinsi yang dilaksanakan KPU NTT, Minggu (19/7).

Wakil Ketua Dewan Penasihat tim pemenangan pasangan calon presiden dan wakil presiden Mega-Prabowo, Libret Foenay, ketika dikonfirmasi mengatakan, ketidakhadiran saksi pasangan nomor urut satu ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran penyelenggaraan pilpres yang belum ditindaklanjuti pihak terkait.

"Berdasarkan temuan Banwaslu dan jajarannya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota hingga kecamatan dan tim pemenangan pasangan calon, terdapat banyak pelanggaraan penyelenggaraan pilpres diantaranya seperti DPT dan pelanggaran lainnya, yang belum ditindaklanjuti," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009