Padang, (ANTARA) - Sudah dua pekan lebih pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan di Sumatera Barat, bahkan saat ini masuk pada tahap II yang akan berakhir pada 29 Mei 2020.

Meskipun demikian, Mulyadi salah seorang ketua RT di Kota Padang, tak dapat menyembunyikan keresahannya karena saban hari selalu ditanya warga kapan bantuan sosial akan cair.

Setidaknya sejak pandemi COVID-19 mewabah sudah tiga kali dia mondar-mandir mendata warga berdasarkan instruksi yang diberikan oleh lurah.

Awalnya data yang diminta terbilang sederhana, cukup nama kepala keluarga saja dan nomor induk kartu keluarga. Warga yang didata pun semringah karena sebentar lagi akan menerima bantuan dari pemerintah.

Tak lama berselang ada permintaan agar data tersebut dilengkapi dengan nomor telepon seluler, menyebabkan ia harus turun lagi mendata.

Warga pun mulai bertanya kapan bantuan akan cair, namun belum ada kepastian. Akhirnya muncul permintaan tambahan, yaitu data tempat lahir penerima.

Bantuan yang tak kunjung cair hingga permintaan data yang berubah-ubah membuat Mulyadi pusing, belum lagi warga yang tiap sebentar menanyakan kapan bantuan turun.

Memang menjadi perangkat RT adalah kerja sosial, namun di tengah pandemi semua orang terdampak membuat tingkat stres menjadi lebih tinggi.

Lain lagi kisah Armadan seorang RT di Padang yang telah sebulan lebih rampung melakukan pendataan, namun bantuan yang dijanjikan untuk warga itu belum cair hingga saat ini.

Awalnya ia diminta oleh lurah untuk mendata warga yang terdampak ekonomi dengan syarat bukan ASN atau semua kelompok yang memiliki penghasilan tetap.

Setelah itu disampaikan akan ada bantuan berupa beras dan lainnya dengan kuota 14 penerima. Memang setelah itu ada lima kepala keluarga yang telah menerima paket sembako dari kelurahan.

Sementara sisanya sampai sekarang belum jelas kapan akan turun. Beruntung warganya bisa memahami ketika ada yang bertanya kenapa bantuan belum cair ia memberikan penjelasan masih ada pendataan.


Rumitnya Pendataan

Menyikapi hal itu Dinas Sosial Kota Padang mengungkap belum bisanya disalurkan bantuan kepada masyarakat yang terdampak COVID-19 kendati pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah masuk tahap II karena adanya kebijakan yang berubah-ubah terkait pendataan.

"Pada awalnya dari provinsi Padang diberikan kuota sebanyak 8.049 kepala keluarga dikali lima jiwa dengan jumlah total 40.245 dengan nominal bantuan Rp600 ribu per bulan dan sudah dimasukkan ke provinsi pertama kali," kata Kepala Dinas Sosial Kota Padang Afriadi.

Kemudian terjadi perubahan jumlah penerima dari 40.245 rumah tangga menjadi 13.415 rumah tangga.

Selanjutnya format pendataan diminta perbarui dengan berbasis nama dan alamat ditambah dengan nomor induk kependudukan serta nomor telepon seluler dan tempat lahir.

Perubahan itu tentu saja menyusahkan para pengurus RT dan RW yang sebelumnya sudah melakukan pendataan kemudian harus meminta data lainnya, seperti nomor HP dan tempat lahir.

Selain itu untuk bantuan pusat juga terdapat perbedaan validasi antara yang dilakukan pusat dengan dinas sosial. Pada 17 April 2020 mengacu surat dari Kementerian Sosial tentang alokasi pagu penerima bantuan sosial tunai dengan kuota untuk Padang sebanyak 28.594 rumah tangga dengan nominal bantuan Rp600 ribu diberikan untuk tiga bulan.

Menurut dia penerima bantuan sosial tunai tersebut diprioritaskan bagi keluarga terdampak yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dan bukan penerima Program Keluarga Harapan dan sembako.

Kemudian penerima bantuan sosial yang berbasis nama dan alamat tersebut pada 23 April 2020 datanya diunggah ke situs SIKS-NG Kementerian Sosial.

Ternyata dari 24.615 keluarga yang dimasukkan sebanyak 18.096 dinyatakan valid dan 6.519 tidak valid karena tidak cocok NIK dengan data catatan sipil di pusat.

"Kemudian pada pukul 21.00 WIB di hari yang sama situs tersebut mengalami masalah dan unggahan data penerima bantuan sosial di Padang berubah menjadi nol," kata dia.

Akhirnya data yang sudah diunggah terpaksa dimasukkan ulang dengan hasil 18.096 kepala keluarga valid dan 10.498 kepala keluarga belum difinalisasi oleh Dinas Sosial Padang.

Lalu pada 28 April 2020 Kementerian Sosial mengeluarkan data penerima bantuan tunai di Padang sebanyak 26.659 kepala keluarga tanpa finalisasi Dinas Sosial Padang.

Untuk nama dan alamat 26.659 KK tersebut tidak bisa diakses sebelum berita acara serah terima ditandatangani dan jika tetap disalurkan dikhawatirkan tidak sesuai dengan data yang diusulkan sejak awal sehingga muncul persoalan baru.

Sementara untuk bantuan dari Kota Padang pihaknya masih menunggu finalisasi data dari pusat dan provinsi.

Ia menyebutkan Pemkot Padang telah mendata 143.237 kepala keluarga dan baru akan dicairkan jika data pusat dan provinsi sudah final.

Apalagi sudah ada surat edaran dari BPK dan KPK bahwa pemberian bantuan tidak boleh ganda sehingga harus berhati-harti, kata dia.

"Jika sudah selesai data dari pusat dan provinsi sudah final maka kami akan memilah data kepala keluarga yang belum mendapatkan bantuan untuk segera disalurkan," ujarnya.


Saluran pengaduan

Berdasarkan hasil kajian cepat yang dilakukan Ombudsman perwakilan Sumatera Barat ditemukan belum ada saluran pengaduan khusus bantuan sosial dampak Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di tingkat provinsi Sumatera Barat dan 19 kabupaten/kota yang ada.

"Sebagai salah satu bentuk pelayanan publik di tengah pandemi, kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan peyelenggara layanan publik dalam menyalurkan bansos adalah penyediaan layanan informasi dan pengaduan publik," kata Kepala Ombudsman perwakilan Sumbar Yefri Heriani.

Menurut dia setelah melakukan pengecekan pada kanal media komunikasi pemerintah, mulai dari website pemerintah provinsi dan kabupaten kota di Sumbar, termasuk website khusus COVID-19, website Dinas Kominfo dan akun media sosial tidak ditemukan saluran khusus pengaduan bansos.

Saat Ombudsman Sumbar menelusuri kanal komunikasi milik pemerintah kabupaten dan kota di Sumbar hal serupa juga dijumpai, yaitu tidak ada saluran pengaduan terkait bantuan sosial, termasuk prosedur dan pejabat berkompeten yang menerima pengaduan.

Ia menyampaikan sarana pengaduan merupakan hal wajib bagi penyelenggara layanan publik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

"Kami membayangkan di situs khusus COVID-19 milik Pemprov Sumbar dan kabupaten/kota ada jumlah penerima bansos, termasuk namanya," kata dia.

Berdasarkan hasil kajian tersebut Ombudsman memberi saran agar gubernur memerintahkan OPD terkait saluran informasi/pengaduan, prosedur penanganan pengaduan, dan pejabat/petugas pengelola pengaduan dalam penyaluran bantuan sosial.

Menanggapi hal itu Kepala Biro Humas Pemprov Sumbar Jasman Rizal menyampaikan terima kasih atas hasil kajian cepat yang telah dilakukan Ombudsman Sumbar karena cukup bermanfaat.

"Setelah hasil kajian cepat ini kami terima akan segera ditindaklanjuti dengan Gubernur membuat surat kepada bupati dan wali kota agar menindaklanjuti hasil kajian Ombudsman ini," ujarnya.

Ia menyampaikan hari ini pihaknya akan membuat surat instruksi Gubernur kepada bupati dan wali kota membuat saluran pengaduan khusus bansos COVID-19, prosedur, mekanisme dan penanggung jawabnya.

Akhirnya pada 6 Mei 2020 Gubernur merespons dengan cepat saran Ombudsman dengan menerbitkan surat nomor: 489/138/Humas-2020, tertanggal 6 Mei 2020, perihal Penyedian Layanan Informasi Dan Pengaduan Penyaluran Bantuan Sosial Bansos COVID-19.

Dengan adanya saluran pengaduan diharapkan keruwetan pendataan yang selama ini menjadi kendala dapat teratasi sehingga semua pihak bisa saling mengawasi dan melaporkan jika ada persoalan di lapangan.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020