Jakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri, Brigjen Pol Eddy Suparwoto memastikan ada warga negara Belanda yang menjadi korban tewas akibat ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Kawasan Mega Kuningan, Jumat (17/7) lalu.

Ia mengatakan hal itu dalam jumpa pers di Jakarta Media Center, Bellagio Mall, Mega Kuningan Jaksel, Rabu, bersama Kepala Disi Humas Polri Irjen Pol Nanan Sukarna.

Warga negara Belanda itu bernama EJC Keaninng, 50 tahun, berjenis kelamin wanita.

Dengan demikian, jumlah korban tewas yang telah teridentifikasi sebanyak enam orang, sedangkan tiga jenazah lain masih dalam proses identifikasi.

Menurut Eddy, kepastian itu diperoleh melalui uji DNA maupun pencocokan data jenazah dengan data lain semasa hidup.

Sebelumnya Kedutaan Besar Belanda di Jakarta mengumumkan bahwa pihaknya kehilangan kontak dengan dua warga negaranya usai ledakan bom pada 17 Juli itu.

Menurut Eddy, dengan begitu, dari tiga jenazah itu, diperkirakan satu jenazah adalah suami dari EJC Keaning, sedangkan dua lainnya adalah pelaku bom bunuh diri.

Kendati demkian, secara medis Polri belum dapat memastikan bahwa salah satu jenazah itu adalah suami Keaning.

"Polri masih membutuhkan data-data pihak keluarga maupun data tambahan untuk mengidentifikasi jenazah yang diduga warga negara Belanda itu," ujarnya.

Sedangkan lima korban tewas yang sebelumnya telah teridentifikasi adalah Evert Mokodompit (WNI), Timothy D Mackay (Selandia Baru), Senger Craig Andrew (Australia), McCevoy Garth Rupert John (Australia) dan Verify Nathan John.

Semua korban tewas meninggal di lokasi kejadian kecuali Mackay yang meninggal dunia beberapa saat setelah tiba di RS MMC, Jakarta Selatan.

Pada kesempatan itu, Eddy Suparwoko menegaskan, dari sembilan korban tewas, delapan berjenis kelamin laki-laki dan satu wanita.

Untuk mengidentifikasi jenazah, dokter Polri membandingkan data jenazah untuk dicocokkan dengan data-data semasa hidup.

Metode yang dipakai dalam identifikasi itu adalah data primer dan data sekunder.

Data primer berupa sidik jari, gigi, dan DNA, sedangkan data sekunder misalnya identifikasi barang yang dimiliki, ciri fisik, ciri khusus, maupun keterangan pihak lain.

Khusus untuk data primer, satu hal saja cocok dalam data primer, sudah dapat dipastikan kevalidannya. "Ini sudah menjadi standar kepolisian dunia," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009