Baghdad (ANTARA News/AFP) - Delapan orang, termasuk lima peziarah Iran, tewas dalam kekerasan di Irak, Rabu, menjelang perundingan antara Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki dan Presiden AS Barack Obama di Washington.

Korban-korban itu berjatuhan sehari setelah 21 orang tewas dalam gelombang serangan di Irak, salah satu hari paling mematikan sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di negara itu pada 30 Juni.

Di dekat kota bergolak Baquba, ibukota provinsi Diyala sebelah utara Baghdad, lima peziarah Iran yang mencakup satu wanita tewas ditembak oleh orang-orang bersenjata yang menyerang minibus mereka.

"Sedikitnya lima orang tewas dalam serangan oleh orang-orang bersenjata terhadap tiga bis yang membawa peziarah Iran di daerah Nabi Wais," kata seorang pejabat kepolisian di pusat komando keamanan provinsi.

Menurut pejabat itu, kelima orang itu termasuk diantara sekitar 30 peziarah yang bepergian dengan sejumlah minibus di sebuah daerah sebelah timurlaut Baquba.

"Kami mengutuk keras serangan teroris terhadap peziarah Iran," kata jurubicara Kementerian Luar Negeri Iran Hassan Ghashghavi, seperti dikutip televisi pemerintah Iran.

"Kami berharap aparat Irak bertindak lebih bertanggung jawab dalam melindungi peziarah Iran dan melakukan upaya-upaya serius untuk melindungi mereka," katanya.

Orang-orang Syiah, termasuk warga Iran, seringkali menjadi sasaran serangan selama acara keagamaan di Irak dan kunjungan ke tempat-tempat suci.

Sementara itu di Abu Ghraib, sebelah barat Baghdad, pasukan Amerika menembak mati dua penyerang yang berusaha meledakkan konvoi kendaraan mereka dengan granat tangan, kata militer AS, Rabu.

Selain itu, satu warga sipil tewas dan empat lain cedera dalam insiden Selasa, dimana konvoi itu ditembaki senjata ringan, kata jurubicara militer Letkol Philip Smith.

Smith tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai korban-korban sipil yang tewas dan cedera itu.

Insiden-insiden mematikan itu terjadi menjelang pertemuan Obama dan Maliki di Washington, dimana pemerintah AS akan mendorong upaya rekonsiliasi lebih kuat di Irak.

Serangan-serangan terakhir itu terjadi lebih dari tiga pekan setelah pasukan AS ditarik dari pusat-pusat perkotaan sesuai dengan perjanjian keamanan antara Baghdad dan Washington yang menetapkan penarikan penuh pasukan Amerika dari Irak pada akhir 2011.

Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.

Sejumlah serangan bom besar dilancarkan sejak itu, dan yang paling mematikan adalah serangan bom truk pada 20 Juni di dekat kota wilayah utara, Kirkuk, yang menewaskan 72 orang dan mencederai lebih dari 200 lain dalam serangan paling mematikan dalam 16 bulan.

Serangan bom pada 24 Juni di sebuah pasar di distrik Syiah Kota Sadr di Baghdad timurlaut juga merupakan salah satu yang paling mematikan pada tahun ini, yang menewaskan sedikitnya 62 orang dan mencederai sekitar 150.

Namun, Maliki dan para pejabat tinggi pemerintah menekankan bahwa 750.000 prajurit dan polisi Irak bisa membela negara dari serangan-serangan yang dituduhkan pada gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda dan kekuatan yang setia pada almarhum presiden terguling Saddam Hussein.

Hanya sejumlah kecil pasukan AS yang menjadi pelatih dan penasihat akan tetap berada di daerah-daerah perkotaan, dan sebagian besar pasukan Amerika di Irak, yang menurut Pentagon berjumlah 131.000, ditempatkan di penjuru lain.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009