Jakarta (ANTARA News) - Tender proyek Angkutan Cepat Masal atau Mass Rapid Transit System (MRT) yang diputuskan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Departemen Perhubungan (Dephub) dinilai tidak transparan.

"Munculnya kasus ini membuktikan masih kentalnya mafia tender dalam proyek-proyek di Indonesia," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto di Jakarta, Senin.

Tender konsultan pembuatan rancangan senilai 940 juta Yen atau setara 94 miliar rupiah, diduga sarat KKN dan tidak transparan setelah Satuan Kerja Perencanaan Teknis dan Pengawasan Perkeretaapian, Direktorat Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian, tertanggal 5 Juni 2009, memutuskan Nippon Koei Co.Ltd and Associated sebagai pemenang, mengalahkan Katahira & Engineers International and Associated,

Rencana pembangunan subway MRT Tahap I, sepanjang 14,2 kilometer mulai dari Lebak Bulus sampai Duku Atas, Sudirman, Jakarta akan menelan biaya sebesar Rp10,3 triliun rupiah, dalam bentuk pinjaman dari Badan Kerjasama Internasional Pemerintah Jepang (JICA)/JBIC, 50 persen diantaranya melalui Pemda DKI dan 50 persen lainnya lewat pemerintah pusat.

Tender rancangan MRT, senilai 94 miliar rupiah yang kini dinilai bermasalah, merupakan awal, sebelum dimulainya pembangunan fisik atau konstruksi.

"Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap proses tender desain yang dilakukan Dirjen Perkeretaapain, Dephub. Ini tidak boleh main-main, mengingat dana pinjaman dari Jepang, nantinya akan dibebankan ke rakyat," tandas Direktur Eksekutif Intotranswatch Noviar dalam kesempatan terpisah.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, dalam suratnya tertanggal 14 November 2008, telah memutuskan Katahira & Engineers Internasional, sebagai pemenang di peringkat pertama dengan perolehan nilai sebesar 75,43.

Sedangkan Nippon Koei Co., Ltd di peringkat ke dua dengan perolehan nilai 74,13.

"Nah, hal ini kan menunjukkan ada sesuatu yang aneh. Bagaimana bisa misalnya, suatu perusahaan yang sudah melalui proses tender yang panjang dan ketat oleh Panitia Tender di Departemen Perhubungan, bisa dianulir begitu saja," kata Noviar.

Menteri Perhubungan harus meninjau kembali tender pembuatan desain MRT, ujar Noviar, yang selama ini juga mengamati pembangunan Jalan Tol dan transportasi secara umum.

Menurut Noviar, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sesuai amanat UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, memiliki wewenang memeriksa dugaan persekongkolan tender.

"Tentu saja, melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses tender MRT di Dephub, sangat diperlukan. Sebab tidak tertutup kemungkinan adanya campur tangan mafia tender dan proses ini sarat dengan dugaan korupsi. Apalagi ke depannya, nilai total proyek lebih dari Rp10 triliun," kata Noviar. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009