Teheran (ANTARA News) - Iran Senin mengulangi pernyataannya tidak berencana membuat senjata nuklir, sesudah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton memperingatkan Teheran bahwa upaya membuat senjata atom akan sia-sia.

"Kami adalah penandatangan Perjanjian Tanrebak dan kami berhak memunyai kegiatan nuklir damai. Senjata nuklir tidak memunyai tempat di rangka pertahanan kami," kata jurubicara kementerian luar negeri Hassan Ghashghavi kepada wartawan seperti dikutip AFP.

Pernyataan itu muncul sehari sesudah Hillary mengeluarkan peringatan itu ke Teheran, tapi mengakui bahwa Washington siap berhubungan dengan siapa pun berkuasa di republik Islam tersebut.

Washington dan negara besar lain mencurigai upata nuklir Iran untuk membuat senjata nuklir, tuduhan secara keras dibantah Teheran.

Ghashghavi juga menyatakan Iran menyiapkan paparannya untuk disampaikan ke kekuatan dunia untuk menanggapi persoalan luar biasa itu.

"Kami sedang menyiapkannya. Itu seharusnya terpadu dan terkini dan dengan demikian memerlukan waktu lebih lama," katanya.

Pemimpin baru Badan Tenaga Atom Iran pada tengah Juli mengatakan bahwa negara Islam itu dan negara Barat perlu melakukan upaya lebih guna mencapai kepercayaan sama untuk mengahiri perseteruan mengenai kegiatan nuklir Teheran.

Itu adalah tanggapan pertama Ali Akbar Salehi sejak Presiden Mahmoud Ahmadinejad menunjuknya menjadi pengganti Gholamreza Aghazadeh sebagai pemimpin badan utama membawahkan kegiatan nuklir Iran.

"Kami mengharapkan itu bertentangan dengan permusuhan dalam enam tahun terahir, lebih banyak upaya dilakukan untuk mencapai kepercayaan seimbang, sehingga dalam permusuhan itu ditutup," kata Salehi.

Negara Barat menduga Iran bertujuan membuat bom nuklir, namun Teheran menyatakan kegiatan atom itu untuk tujuan damai, yaitu untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik.

Salehi, mantan wakil Iran untuk Badan Tenaga Atom Dunia (IAEA), diangkat menjadi ketua Badan Tenaga Atom Iran dalam sidang kabinet untuk menggantikan Aghazadeh.

Seorang keluarga Salehi, dutabesar Iran untuk IAEA di bawah Presiden Mohammad Khatami, mengemukakan kepada kantor berita Inggris Reuters bahwa ia ditawari jabatan itu.

Politisi itu mendukung penyelesaian pertikaian nuklir Iran dengan Barat melalui perundingan, kata pengamat.

"Pengangkatan Salehi adalah pertanda baik bagi Barat. Salehi adalah seorang bernalar dan berbicara lembut, yang dipercaya IAEA," kata pengamat itu, yang tidak bersedia namanya disebutkan.

Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei adalah tokoh paling berkuasa dan menentukan keputusan ahir atas semua masalah negara, seperti, sengketa nuklir Iran dengan Barat.

Aghazadeh, yang mundur dari jabatan itu, adalah sekutu mantan Presiden Akbar Hashemi Rafsanjani, yang mendukung calon dari lawan, Mir Hossein Mousavi, dalam pemilihan presiden bermasalah pada 12 Juni, tapi laporan media mengenai undur dirinya tidak menyebutkan ada kaitan dengan pemilihan tersebut.

Aghazadeh juga menjadi menteri pada 1980-an ketika Mousavi menjadi perdana menteri.

Ahmadinejad menang dalam pemilihan presiden itu, tapi Mousavi menuduh terjadi kecurangan dan pemerintah mendatang tidak sah.

Aghazadeh menjadi ketua Badan Tenaga Atom pada 1997 dan tetap memangku jabatan itu setelah Ahmadinejad pertama kali menang pemilihan presiden pada 2005, kendati mendukung Rafsanjani dalam pemilihan tahun itu untuk menggantikan Khatami setelah memangku jabatan 1997-2005.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009