Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR Nurhadi M Musawir mengatakan, Departemen Kehutanan (Dephut) pernah mengusulkan untuk melanjutkan proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) untuk mengatasi berbagai masalah kehutanan.

Nurhadi mengatakan hal itu setelah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu, terkait dugaan suap proyek SKRT tersebut.

"Dari Departemen Kehutaann masih mengajukan, namun Komisi IV DPR sudah menolak," kata Nurhadi.

Menurut Nurhadi, Departemen Kehutanan ingin melanjutkan proyek itu karena menganggap SKRT merupakan satu-satunya alat yang bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan taman nasional dan unit pelayanan di daerah.

Selain itu, alat tersebut dianggap bisa menjaga kebakaran hutan, pencurian kayu, dan lainnya.

Nurhadi menegaskan, Komisi IV DPR telah menolak menyetujui kelanjutan proyek SKRT.

"Komisi IV menginginkan proyek itu tidak dilanjutkan," kata Nurhadi.

KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Masaro Radiokom, Anggoro Wijoyo sebagai tersangka. Namun, Anggoro hingga kini buron.

KPK telah mencegah Anggoro dan petinggi Masaro lainnya untuk pergi ke luar negeri. Mereka adalah Direktur Masaro Putronevo A Prayugo, Direktur Keuangan Masaro David Angka Wijaya, dan Presiden Komisaris Masaro Anggono Wijoyo.

Dugaan suap tersebut terkait dengan persetujuan DPR tentang Rancangan Pagu Bagian Anggaran Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan senilai Rp4,2 triliun yang diajukan oleh Dephut.

Revitalisasi SKRT senilai Rp180 miliar termasuk dalam rancangan anggaran tersebut.

Anggoro Wijoyo diduga mendekati anggota DPR Yusuf Erwin Faisal untuk meloloskan perusahaannya dalam kelanjutan proyek SKRT.

Pada 16 Juli 2007, Yusuf Erwin sebagai Ketua Komisi IV DPR mengesahkan Rancangan Pagu Bagian Anggaran Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam lembar pengesahan.

Lembar pengesahan ditandatangani pula oleh H. M.S. Kaban, S.E, M.Si selaku Menteri Kehutanan.

Komisi IV DPR juga mengeluarkan rekomendasi pelaksanaan proyek tersebut pada 12 Februari 2007.

Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi telah menyatakan Yusuf Erwin bersalah dalam kasus itu.

Tim Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan terhadap Yusuf menyatakan, Yusuf menerima uang senilai Rp125 juta dan 220 dolar Singapura dari Anggoro Wijoyo yang kemudian dibagi-bagi kepada sejumlah anggota DPR yang lain.

Uang tersebut diduga juga dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV.

Pada November 2007, Yusuf kembali menerima sejumlah uang dari Anggoro Wijoyo. Uang itu diduga juga dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV.

Anggoro juga memberikan uang kepada sejumlah pejabat Departemen Kehutanan.

Dalam kasus itu, KPK sudah menyita uang sejumlah 20 ribu dolar AS dari Sekjen Departemen Kehutanan, Boen Purnama.

Selain suap, KPK juga sedang mengusut dugaan korupsi proses pengadaan alat SKRT.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009