Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Pengacara Negara (JPN) selaku kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan permohonan yang diajukan pasangan Megawati/Prabowo mengenai harus adanya putaran kedua kabur atau tidak jelas.

"Apa yang dikemukakan pemohon kabur karena pemohon tidak memberi penjelasan mengapa pasangan Susilo Bambang Yudhoyono/Boediono, mendapatkan 45 juta suara," kata salah satu anggota JPU yang juga menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Edwin Pamimpin Situmorang, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa.

Sebelumnya dilaporkan, pasangan Megawati/Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla/Wiranto, sama-sama menyatakan lolos putaran dua pilpres mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono/Boediono

Dalam sidang sengketa hasil penghitungan suara Pilpres 2009, Edwin menyatakan dalam permohonan pemohon menyebutkan pasangan SBY/Boediono tidak bisa ditetapkan sebagai capres 2009 melalui satu putaran karena hanya mendapatkan 45 juta suara.

Ia menambahkan dalil yang diajukan pemohon tidak terperinci mengenai adanya penambahan suara yang tidak sah itu kepada pasangan SBY/Boediono.

"Dalil tidak terperinci penambahan suara yang tidak sah itu," katanya.

Karena itu, ia meminta MK untuk menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.

Demikian pula dengan dalil pemohon yang menyatakan adanya penambahan suara sengaja untuk pasangan SBY/Boediono, kata dia, adalah kabur.

"Karena permohonan sama sekali tidak menjelaskan dengan cara apa penambahan suara itu, permohonan kabur," katanya.

Sementara itu, JPN juga menyatakan dalil yang diajukan oleh pasangan Jusuf Kalla/Wiranto mengenai adanya penghapusan 69 ribu tempat pemungutan suara (TPS).

"Dalil tindakan penciutan jumlah TPS itu, bukan perbuatan melanggar hukum karena dibenarkan ketentuan hukum," katanya.

Di dalam UU Pilpres, menyatakan setiap TPS didirikan untuk 800 orang, pendirian TPS lokasinya agar mudah dijangkau orang, serta aspek geografisnya.

"Penciutan TPS sudah sesuai ketentuan UU," katanya.

Di bagian lain, JPN juga menyatakan permohonan yang diajukan oleh pemohon bukanlah obyek PHPU (perselisihan hasil pemilihan umum).

"Karena UU Pilpres, keberatan pemilu hanya penghitungan suara yang yang menentukan calon presiden," katanya.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009