Jerusalem0 (ANTARA News/Xinhua-OANA) - Menteri Diaspora dan Penerangan Israel Yuli Edelstein, Selasa, menyerang Sidang Majelis Umum partai Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Fatah, yang sedang berlangsung dan menyebutnya sebagai pernyataan perang.

"Kita tak boleh bertindak seakan-akan suara kita belum didengarkan. Mereka secara terbuka mengatakan bahwa mereka mendukung dilanjutkannya perjuangan bersenjata," kata anggota Likud tersebut kepada kantor berita Israel, Ynet.

Edelstein merujuk pernyataan yang disampaikan oleh sebagian anggota Fatah bahwa mereka takkan menghentikan perjuangan bersenjata melawan Israel.

Konferensi umum keenam Fatah yang sudah lama dinantikan itu diselenggarakan di kota Bethlehem, Tepi Barat Sungai Jordan, Selasa, yang pertama dalam 20 tahun.

Pada sidang pembukaan konferensi itu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyerukan ditemukannya jenis baru perlawanan dan mengatakan gerakan mengupayakan perdamaian dengan Israel, tapi mempertahankan hak kuat mereka dalam perlawanan sah yang diizinkan oleh hukum internasional.

Abbas juga menyatakan akan mendukung penyelesaian dua negara tapi mempertahankan pilihan "perjuangan bersenjata" melawan Israel, demikian beberapa pejabat.

Lebih dari 2.000 utusan yang bersidang untuk pertama kali dalam 20 tahun dan berlangsung selama tiga hari pembicaraan itu berencana mensahkan program yang membedakan Fatah dari gerakan HAMAS yang menolak permintaan Barat untuk meninggalkan kekerasan dan mengakui Israel.

Namun dalam upayanya untuk memudakan dan menyusun diri kembali, anggota Fatah yang bertemu di kota Betlehem tidak memiliki rencana untuk mengubah Piagam Pendirian Fatah yang seperti Piagam HAMAS menyerukan penghancuran negara Yahudi, kata beberapa pejabat Fatah.

Piagam Fatah, gerakan yang didirikan antara lain oleh (almarhum) Yasser Arafat pada 1965, menyerukan perjuangan bersenjata "hingga seluruh wilayah Zionis dibersihkan dan wilayah Palestina dibebaskan".

Aturan Fatah mengatakan kelompok itu harus mengadakan kongres setiap lima tahun, namun Arafat yang menghindari tantangan atas kekuasaannya, terus menangguhkan konvensi itu dengan menyebut keadaan yang berubah seperti penandatanganan Perjanjian Oslo dengan Israel pada 1990-an.

Satu rancangan program baru Fatah meminta bentuk baru perlawanan seperti ketidaktundukkan masyarakat terhadap perluasan permukiman Israel dan tembok yang Israel katakan "untuk keamanan", tetapi dikecam Palestina sebagai penyerobotan tanah. (*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009