Jakarta (ANTARA News) - Indonesia tidak memerlukan perundangan yang sangat keras dalam memberantas tindak kejahatan terorisme seperti Internal Internal Security Act (ISA) yang berlaku di Malaysia.

"Kita tidak memerlukan UU yang lebih keras dari UU Anti Kejahatan Terorisme seperti halnya UU ISA di Malaysia," kata Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ifdal Kasim kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Ia memaparkan, UU Anti Kejahatan Terorisme telah memberikan banyak kewenangan eksklusif kepada pihak penegak hukum.

Di bawah UU Anti Kejahatan Terorisme, polisi dapat dengan mudah menangkap, menahan, menggeledah dan memeriksa siapa saja yang diduga menjadi bagian dari jaringan terorisme.

Komnas HAM mengingatkan semua pihak bahwa Amandemen II UUD 1945 telah memasukkan sejumlah hak asasi yang harus dijamin negara, selain itu pada Oktober 2005 Indonesia telah meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik menjadi UU No 12 Tahun 2005 yang didalamnya termasuk hak atas pemeriksaan adil dan proses hukum yang semestinya.

"Dalam histeria kebencian dan perang terhadap terorisme, pelaksanaan UU Anti Kejahatan Terorisme bukan tak mungkin memberikan dampak buruk bagi hak-hak sipil mereka yang meski belum tentu berdosa, tetapi telah dicurigai mempunyai hubungan dengan pelaku kejahatan terorisme," katanya.

Ifdal berpendapat, UU yang lebih keras dalam memberantas terorisme berpotensi merusak tatanan demokrasi dan mengembalikan Indonesia seperti sebelum reformasi. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009