Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR meminta sejumlah asumsi dalam RAPBN 2010 dievaluasi karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi sekarang ini.

"Beberapa asumsi makro ekonomi yang digunakan dalam penyusunan RAPBN 2010 perlu dievaluasi untuk membangun semangat optimisme dalam rangka pemulihan dari krisis," kata juru bicara FPKS, Rama Pratama.

Rama menyatakan hal itu ketika menyampaikan pemandangan umum FPKS atas RAPBN 2010 dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, Jumat.

Rama menyebutkan, kinerja pertumbuhan ekonomi dalam 2 tahun terakhir sesungguhnya telah menggambarkan capaian yang patut diapresiasi.

"Meski banyak negara mengalami pertumbuhan ekonomi negatif akibat krisis ekonomi global, tahun 2008 ekonomi Indonesia masih tumbuh 6,1 persen," kata Rama dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar.

Menurut FPKS, capain itu tentu karena berbagai upaya dan langkah kebijakan yang diambil pemerintah. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 5 persen pada 2010, perlu didorong menjadi lebih besar.

"Apalagi jika kita ingin menjaga momentum pertumbuhan yang berdasarkan hasil pencpaian dalam kurun waktu 2004-2008 mencapai angka sekitar 6 persen," katanya.

Menurut FPKS, sesungguhnya upaya untuk mendorong target pencapaian yang lebih dari 5 persen cukup beralsaan, apalagi jika melihat fakta bahwa masih terdapat persoalan klasik dari efektivitas peran APBN terkait dengan rendahnya daya serap anggaran.

Laporan realisasi pelaksanaan anggaran, paling tidak untuk 2 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan tingginya sisa lebih penggunaan anggaran (SILPA).

FPKS juga memandang perlunya revisi atas asumsi harga minyak yang ditetapkan sebesar 60 dolar AS per barel.

"Per hari ini saja harga sudah mencapai 70 dolar AS per barel. Kita harus belajar dari pengalaman tahun 2009 di mana APBN mengalami deviasi yang tinggi dari asumsi awal karena prediksi yang kurang realisitis atas kencenderungan harga minyak," katanya.

Menurut dia, Implikasinya menjadi kuat ke arah pembentukan tingkat inflasi, di samping beban anggaran subsidi.

"Stress test yang dilakukan pemerintah menunjukkan kisaran tambahan anggaran sebesar Rp94 triliun untuk deviasi harga minyak hingga 25 dolar AS per barel," katanya.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009