Jakarta  (ANTARA News) - Peserta pameran consumer selling bertajuk Indonesia Holiday Carnival Ole Jogja & Ole Bandung di Malaysia pekan lalu menuntut kompensasi akibat kegagalan acara tersebut.

Tuntutan kompensasi itu akan ditujukan kepada Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) sebagai penanggung jawab kegiatan.

"Tidak berlebihan bila kami meminta kompensasi atas ketidakberhasilan program yang digelar di Kuala Lumpur pekan lalu," kata salah satu peserta, Director PT Nawang Puspita Prima Tours & Travel Bandung, Joseph Sugeng Irianto, di Jakarta, Jumat.

Pihaknya merupakan salah satu dari sembilan perusahaan yang terlibat dalam kegiatan yang berlangsung dari 14-16 Agustus 2009 di kawasan wisata belanja Bukit Bintang, Kuala Lumpur, Malaysia.

Ia mengatakan, pihaknya sangat kecewa mengikuti acara itu karena sudah mengeluarkan biaya dan tenaga secara pribadi untuk berpartisipasi dalam kegiatan consumer selling itu.

"Target pasar dan proyeksi tidak tercapai. Barang cetakan sia-sia dan materi promosi tidak mengena," katanya.

Joseph berharap ada kebijakan dan solusi dari Depbudpar terkait kerugian material dan imaterial yang harus ditanggung.

Depbudpar mengeluarkan dana setidaknya Rp1,4 miliar untuk menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan untuk mempromosikan dua destinasi wisata favorit Indonesia yakni Bandung dan Yogyakarta di Malaysia.

Untuk kepentingan itu, Depbudpar menggaet sebuah agen periklanan dan partner komunikasi kawakan yang terbiasa menangani proyek-proyek Malaysia Tourism Board; Bloomingdale Worldwide Partner.

Peserta pameran sebanyak sembilan travel agen pun diundang untuk datang dan berpartisipasi dalam kegiatan itu.

Namun sayangnya, banyak pihak menilai penempatan lokasi pameran kurang strategis untuk program semacam itu, selain tidak terletak di jalan utama, lokasi tenda juga tertutup oleh dua tenda pameran milik perusahaan mobil dan elektronik yang telah lebih dahulu ada.

Joseph menilai pameran jauh dari yang diharapkan di mana arena promosi yang sebelumnya ia bayangkan luas ternyata hanya berukuran sekitar 50 m persegi, terbagi untuk travel, penjual pakaian, dan pembawa acara.

Senada disampaikan Director Index Wisata Tours Yogyakarta, salah satu perusahaan peserta program itu, Herman T. Noor.

"Kami kecewa dengan pengadaan acara tersebut karena tempatnya yang kurang strategis dan kurang mengena bagi Perusahaan untuk mendapatkan nilai bisnis, karena tidak adanya wisatawan atau masyarakat Malaysia yang berniat datang tanpa ditekan oleh Sales Promotion Girl yang di kontrak untuk menyebarkan brosur-brosur," katanya.

Selain itu menurut dia, juga tidak etis atau pun tidak pas pengusaha biro perjalanan dari Indonesia melakukan direct selling atau menjual langsung paket wisatanya karena mengundang ketidaksimpatian Biro Perjalanan setempat atau yang ada di dalam negeri Malaysia.

Oleh karena itu, pihaknya berpendapat untuk tidak perlu mengadakan program tersebut selain dengan mengadakan acara - acara Table Top di luar acara MATTA FAIR (Malaysia Associates Tour and Travel Agent) Fair.

"Karena program seperti itu hanya akan membuang tenaga, pikiran, waktu, dan uang yang dikeluarkan oleh pemerintah dan swasta peserta acara tanpa mendapat nilai ekonomi yang diharapkan," katanya.

Managing Director Trend Tour & Travel Yogyakarta, Edwin Himma, yang juga turut acara itu mengatakan, sangat malu mengikuti acara itu.

"Ini very poor (sangat malang), Indonesia adalah negara yang besar kenapa kita hanya diberi stan tenda kecil yang tidak representatif di tempat yang tersembunyi," katanya.

Ia menyesalkan, pihak event organizer dan advertising agency yang dinilai tidak merencanakan dan mempersiapkan gelaran itu dengan optimal.

Edwin bahkan menilai acara serupa tidak perlu diadakan lagi karena cenderung tidak berguna dan tidak efektif.

Rp1,4 Miliar

Sementara itu, event organizer sekaligus advertising agency (partner resmi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata) yang menyelenggarakan acara itu, Bloomingdale Worldwide Partners, menyatakan memiliki pengalaman memasarkan destinasi wisata termasuk sukses sebelumnya menggarap proyek pariwisata Malaysia dengan Malaysia Tourism Board.

"Acara ini targetnya bukan transaksi on the spot tapi target jangka panjang karena ini semacam investasi bagi pariwisata Indonesia di Malaysia. Ini salah satu bentuk marketing juga yakni integrasi antara below the line dan above the line," kata Managing Director Bloomingdale Worldwide Partners Partners, Mudi Astuti.

Ia menjelaskan, soal tempat yang tidak representatif memang diakuinya sebagai salah satu faktor kurang terencananya dengan baik acara itu.

Pihaknya hanya memiliki waktu 85 hari untuk mempersiapkan acara tersebut sesuai dengan perjanjian kerja dengan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

"Sedangkan untuk mendapatkan tempat yang bagus dan strategis di kawasan ini sulit karena harus pesan minimal setahun sebelum pelaksanaan," katanya.

Mudi mengaku mendapatkan alokasi anggaran Rp1,4 miliar khusus untuk menggelar acara itu dari Depbudpar dengan target mampu mendongkrak jumlah kedatangan turis Malaysia ke Indonesia 10.200 pengunjung dalam tiga bulan ke depan pascaacara.

Salah satu sumber pelaku pariwisata kawakan asal Malaysia yang tak mau disebut namanya, menjelaskan jika pelaku pariwisata setempat mengetahui acara itu maka sudah pasti mereka akan datang dan antusias.

Ia sendiri mengaku mengetahuinya secara tidak sengaja karena diberi tahu salah satu kenalannya.

Dirinya menyesalkan penyelenggaraan acara yang tidak optimal mengingat pada dasarnya sudah semakin banyak warga Malaysia yang ingin melancong ke Indonesia.

"Kalau soal tempat sebenarnya tak benar harus pesan setahun sebelumnya. Kalau kita sudah kenal lapangan dengan betul, sebulan sebelum pelaksanaan kita bisa mendapatkan lokasi yang strategis di kawasan ini untuk pameran," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009