Yogyakarta (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X optimistis Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY akan ditetapkan DPR RI pada 29 September 2009.

"Saya optimistis pembahasan RUUK DIY selesai pada 15 September 2009 dan ditetapkan menjadi UUK DIY pada 29 September 2009 saat sidang paripurna terakhir sebelum masa bakti anggota DPR RI periode 2004-2009 selesai," katanya di Kepatihan Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, usai menerima kunjungan pengurus dan anggota Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama), DPR RI periode 2004-2009 akan berupaya menyelesaikan pembahasan RUUK DIY dalam waktu dekat.

"Oleh karena itu, saya optimistis penetapan UUK DIY akan dilakukan DPR RI periode 2004-2009," kata Sri Sultan Hamengku Buwono X yang juga Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Sementara itu, anggota Kagama Subechi berharap penetapan UUK DIY dilakukan sebelum masa jabatan anggota DPR RI periode 2004-2009 berakhir pada 30 September 2009.

Menurut dia, jika hingga 30 September 2009 RUUK belum ditetapkan UUK, tentunya pembahasan keistimewaan DIY akan dimulai dari awal.

Hal itu disebabkan struktur parlemen periode 2009-2014 berbeda dengan struktur DPR RI periode 2004-2009.

"Akibatnya, anggota parlemen yang akan membahas keistimewaan DIY belum tentu memiliki pandangan yang sama menyangkut usulan dari masyarakat DIY," katanya.

Ia mengatakan, Kagama telah mengusulkan sejumlah kompromi untuk menengahi polemik penetapan dan pemilihan gubernur DIY. Kompromi itu antara lain terwujud dalam konsep wali nagari.

Sejumlah elemen masyarakat mengusulkan perubahan konsep pararadya menjadi majelis wali nagari dalam RUUK DIY. Secara struktural wali nagari berbeda dengan pararadya, karena keberadaan wali nagari juga memastikan penetapan kepala daerah di DIY.

"Sesuai dengan aspirasi masyarakat, salah satu hal penting dalam keistimewaan DIY adalah pengukuhan kepala daerah melalui penetapan, bukan pemilihan. Usulan perubahan konsep pararadya itu telah disampaikan kepada DPR RI dan pemerintah," katanya.

Anggota Kagama yang juga mantan Rektor UGM, Sofian Effendi mengatakan, pararadya diketuai oleh Sultan dan Paku Alam, sedangkan majelis wali nagari diketuai perwakilan Keraton, Pakualaman, lembaga pendidikan, ulama, dan tokoh masyarakat di DIY.

"Dengan adanya wali nagari, kepala daerah tetap dipegang Sultan. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sehingga yang menjadi kepala daerah adalah Sultan yang benar-benar memenuhi syarat,"katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009