Pelanggaran perjanjian itu yang menyebabkan pemegang saham CP Prima, yakni Red Dragon, Surya Hidup Satwa, Charm Easy International, dan Regent Central International melayangkan tuntutan hukum kepada para hedge funds, kata jurubicara Red Dragon Pte Ltd, Edward Lontoh.
"Kami semata-mata berkehendak untuk ditaatinya ketentuan perjanjian yang telah ditandatangani. Termasuk atas prosedur yang berlaku," kata Edward dalam siaran persnya, Rabu.
Menurut Edward, pelanggaran atas perjanjian yang dilakukan oleh institusi hedge funds tersebut berakar dari dinyatakannya kondisi wanprestasi (event of default) yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dan ketentuan perjanjian yang berlaku.
Edward melanjutkan, bahwa Trustee tidak pernah mengeluarkan surat pernyataan pemulihan nilai agunan (notice of remedy) yang seharusnya menjadi salah satu prosedur sebelum dikeluarkannya pernyataan gagal bayar (notice of default), yang artinya telah terjadi pelanggaran serius atas perjanjian yang ditandatangani.
Pelanggaran tersebut kemudian juga dilanjutkan dengan dikeluarkannya pernyataan percepatan pembayaran (Notice of Acceleration) yang dipergunakan sebagai alat terakhir untuk mengambil alih saham-saham yang telah dijaminkan.
"Adalah suatu keanehan bahwa para hedge funds berusaha sekuat tenaga untuk menyatakan kondisi wanprestasi ketika CP Prima memulai proses penawaran saham terbatas yang mutlak diperlukan untuk menyelamatkan perusahaan dari pelanggaran material atas ketentuan perjanjian kredit dengan bank-bank lokal yang dapat mengancam nasib dari sekitar 200 ribu rakyat Indonesia yang sangat tergantung pada kelangsungan usaha CP Prima."
Mereka, kata Edward, adalah para petambak, karyawan, keluarganya dan masyarakat Sumatra bagian Selatan. Sebetulnya, penawaran saham tersebut menunjukkan bahwa terdapat bukti nyata bahwa para pemegang saham berusaha tanggap dan responsif ditengah krisis ekonomi global, untuk memenuhi kewajibannya kepada para karyawan, komunitas di lingkungan dimana perusahaan beroperasi dan ironisnya juga kepada para kreditur hedge fund-nya.
Sumber lain yang memiliki pengetahuan mengenai seluk-beluk kasus yang saat ini sedang diramaikan tersebut, berpendapat bahwa adanya pelanggaran dan inkonsistensi atas tindakan para Hedge Funds asing tersebut menunjukkan memang bahwa mereka beritikad untuk mengambil alih dan menguasai kepemilikan mayoritas di CP Prima.
"Sebetulnya, memang seperti itulah sepak terjang institusi Hedge Funds di seluruh dunia. Mereka memiliki habit atau kebiasaan untuk mengambil alih secara paksa kepemilikan saham di sebuah perusahaan melalui fait accompli, untuk kemudian memecah belah hasil perolehannya dan menjualnya dengan harga tinggi tanpa memikirkan nasib para pemangku kepentingan yang terlibat," jelas sumber tersebut seperti dikutip dalam siaran pers.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009