Kabul (ANTARA News/AFP) - Ledakan bom menewaskan seorang prajurit AS di Afghanistan, Jumat, sementara gerilyawan Taliban menyerang konvoi polisi yang menewaskan tiga polisi dan mencederai sekitar 30 orang, kata sejumlah pejabat.

Prajurit AS dari Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) itu tewas ketika ledakan bom improvisasi menghantam kendaraannya di Afghanistan timur, kata militer dalam sebuah pernyataan.

Sejauh ini 2009 tercatat sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing di Afghanistan sejak invasi pimpinan AS pada 2001 menggulingkan rejim Taliban.

Menurut situs independen icasualties.org yang mencatat jumlah korban dalam perang di Afghanistan, 299 prajurit asing tewas di negara itu sepanjang tahun ini, termasuk 175 prajurit Amerika, sementara pada 2008 jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan mencapai 294.

Terdapat sekitar 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Juga Jumat, sebuah konvoi polisi yang sedang dalam perjalanan dari provinsi Paktika, Afghanistan timur, menuju daerah berdekatan Ghazni diserang di dekat kota Ghazni, 130 kilometer sebelah selatan ibukota negara itu, Kabul, kata polisi kepada AFP.

"Tiga polisi tewas, 28 polisi dan tiga warga sipil cedera dalam serangan itu," kata deputi kepala kepolisian provinsi Abdul Rehman Shaidayee.

Juga ada korban di pihak Taliban, namun ia tidak mengetahui jumlahnya.

Di Afghanistan utara, yang biasanya terlindung dari pemberontakan yang melanda wilayah-wilayah lain negara itu, pasukan asing menyerang seorang komandan militan di provinsi Kunduz, menewaskan gerilyawan itu dan enam anggotanya, kata seorang pejabat Afghanistan.

Pasukan ISAF pimpinan NATO mengatakan, seorang gerilyawati yang bertempur dengan menggunakan sebuah senapan serang dan amunisi di dada termasuk diantara mereka yang tewas.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.

Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009