London (ANTARA News/Reuters/AFP) - Pasukan Inggris di Afghanistan hari Minggu menghancurkan salah satu helikopternya setelah rusak ketika melakukan pendaratan, dalam insiden kedua semacam itu dalam sebulan ini, demikian diumumkan Kementerian Pertahanan Inggris.

Empat orang awak dan 15 prajurit yang berada di dalam heliopter Chinook itu selamat tanpa cedera setelah "pendaratan keras" di dekat Sangin di provinsi Helmand, yang merusak bagian bawah, hidung dan baling-baling depan, sehingga pesawat itu tidak bisa diterbangkan lagi.

Pasukan yang dibawa ke daerah itu bisa melanjutkan operasi mereka dan awak Chinook tersebut diangkut dengan sebuah helikopter lain.

Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa insiden itu disebabkan oleh aksi musuh.

Chinook itu kemudian dihancurkan untuk mencegah agar helikopter tersebut tidak dikuasai oleh Taliban. Sebelumnya bulan ini pasukan juga menghancurkan sebuah helikopter Chinook Inggris yang jatuh setelah kebakaran mesin.

Kementerian itu tidak menyebutkan berapa banyak helikopter Chinook Inggris yang masih berada di Afghanistan namun mengatakan, mitra-mitra NATO akan memberikan perlindungan jangka pendek sebelum Chinook itu digantikan.

Kementerian Pertahanan Inggris juga mengumumkan bahwa seorang prajurit Inggris tewas dalam ledakan di Afghanistan selatan pada Sabtu.

Prajurit marinir itu sedang melakukan patroli jalan kaki di Gereshk di provinsi Helmand, sebuah markas Taliban, ketika ia tewas akibat ledakan tersebut.

Seorang jurubicara Satuan Tugas Helmand Letkol Nick Richardson mengatakan, "Marinir ini mengorbankan jiwanya demi negara ini dan kebebasan rakyat Afghanistan, tidak ada pengorbanan yang lebih besar daripada ini."

Keluarga dekat prajurit itu telah diberi tahu mengenai kematiannya.

Prajurit itu tewas ketika Perdana Menteri Inggris Gordon Brown melakukan kunjungan mendadak ke Helmand pada Sabtu untuk melihat pasukan Inggris.

Dengan kematian marinir itu, jumlah prajurit Inggris yang tewas di Afghanistan menjadi 208 sejak invasi pimpinan AS pada 2001.

Sejauh ini 2009 tercatat sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing di Afghanistan sejak invasi pimpinan AS pada 2001 menggulingkan rejim Taliban.

Menurut situs independen icasualties.org yang mencatat jumlah korban dalam perang di Afghanistan, sekitar 300 prajurit asing tewas di negara itu sepanjang tahun ini, termasuk 175 prajurit Amerika, sementara pada 2008 jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan mencapai 294.

Terdapat sekitar 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.

Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009