Jakarta (ANTARA News) - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan suku bunga acuan (BI Rate) tetap di level 6,50 persen. Tingkat BI rate tersebut juga dipandang konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada 2010 sebesar 5 persen plus minus satu persen.

Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI Dyah NK Makhijani di Jakarta, Kamis, mengatakan, Dewan Gubernur memandang bahwa pelonggaran kebijakan moneter moneter sejak Desember 2008 melalui penurunan suku bunga BI rate sebesar 300 basis poin menjadi 6,50 persen cukup kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan.

Dewan Gubernur meyakini bahwa momentum peningkatan perekonomian domestik semakin kuat.

Berbagai indikator menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat terus meningkat didorong oleh ketersediaan pembiayaan konsumsi dan tingkat keyakinan konsumen akan prospek perekonomian ke depan.

Di sisi eksternal, ekspor juga terus meningkat sejalan dengan membaiknya perekonomian di kawasan, khususnya China dan India.

Di sisi harga, inflasi selama Agustus 2009 mencatat peningkatan sesuai pola musiman terkait dengan aktivitas Ramadhan.

Namun, lanjut Diah, masih akan cenderung menurun di sisa tahun ini didukung oleh penguatan nilai tukar rupiah, rendahnya tekanan imported inflation, serta menurunnya ekspektasi inflasi masyarakat.

BI memperkirakan inflasi 2010 akan kembali ke pola normalnya seiring dengan kembalinya aktifitas perekonomian domestik dan harga-harga komoditas.

Di sektor keuangan, stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan tetap terjaga.

Respon perbankan terhadap pelonggaran kebijakan moneter semakin baik, dengan penyaluran kredit perbankan terus meningkat dan suku bunga kredit terus mengalami penyesuaian secara bertahap.

Likuiditas perbankan juga secara agregat masih mencukupi untuk kegiatan perbankan dalam pembiayaan perekonomian.

Di sisi mikro, industri perbankan dalam kondisi stabil seperti tercermin dari masih tingginya tingkat kecukupan modal (CAR) sebesar 17 persen dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL) di bawah 5 persen.

Dengan optimisme akan perbaikan ekonomi yang semakin tinggi, penyaluran kredit diperkirakan terus meningkat seiring dengan semakin berkurangnya ketidakpastian di sektor riil. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009