Jakarta, (ANTARA News) - Berdiri di pantai kompetisi Serie A musim 2009/2010, dua penjala hati mendengar ajakan untuk menolakkan perahu sedikit menjauh agar menebar jala guna menuai onggokan ikan di perahu Scudetto.

"Jangan pernah gentar. Percayalah kepada bunda kehidupan yang melahirkan dan mengasuh setiap insan pecinta dan penggumul laga," kata mereka yang memercayai kredo bahwa kebenaran berkaitan dengan cara hidup yang benar (bene vivere).

Luciano Spaletti telah bertolak ke tempat yang dalam, sementara Claudio Ranieri siap berlayar bersama bahtera AS Roma. Kedua pelatih sama-sama bersepakat mengisi perahunya masing-masing dengan memperoleh kemenangan demi kemenangan.

Ziarah kehidupan kedua pelatih tampak berbeda, Spaletti beroleh cemooh, Ranieri bersua kehangatan khas tifosi yang berucap "selamat datang di kandang Serigala".

Sebagai dua penjala hati, dua-duanya tampil sebagai allenatore yang memiliki hasrat (creatures of passion). Ketika mengarungi samudera musim kompetisi, Roma belum beroleh hasil tangkapan menggembirakan. Dua kali keok beruntun, I Gialorossi urung mendulang angka penuh. Romanisti jauh dari senyum sumringah.

Di pekan pertama Serie A, Roma dikalahkan Genoa 2-3, Minggu (23/8). Di pekan berikutnya, Roma dicegat Juventus 1-3 di Stadion Olimpico. Penampilan Francesco Totti cs membuat geram Romanisti. Di rimba Serie A, Serigala Roma belum menunjukkan kegarangannya. Ujung-ujungnya, Roma menempati posisi juru kunci klasemen sementara karena belum mendulang nilai.

Amuk datang tak terelakkan. Mereka yang menjangkarkan hati di pelabuhan Roma kontan meluapkan kemarahan bercampur kekecewaaan. Dengan jala di tangan, Romanisti berujar, "Spaletti harus hengkang!"

Merasa telah mengarungi ombak samudera krisis keuangan di bahtera manajemen AS Roma, pelatih berkepala plontos yang mendarat di pelabuhan "I Lupi" sejak 2005, serta merta tidak menerima tudingan itu.

"Bianconeri telah menunjukkan keajegan penampilan dan keteguhan tekad. Kondisi fisik sejumlah pemain tampak pas-pasan. Tentu hasilnya kurang memuaskan. Dalam pertandingan melawan Juve, kami tampil baik, namun kurang didukung kondisi fisik yang memadai di menit-menit akhir pertandingan," kata Spaletti. Pernyataan itu bukan sekedar pemanis bibir, terlebih bukan pengisi waktu luang dengan omongan sarat pepesan kosong.

Pelatih yang lahir pada 7 Maret 1959 itu telah merangkai bunga-bunga kecil (fioretti) di taman hati para tifosi. Ia berpengalaman menukangi sederet klub Italia, sebut saja Sampdoria (1998-1999), Venezia (1999-2000), Udinese (2001), Ancona (2001-2002), Udinese (2002-2005), AS Roma (2005-2009). Spaletti tampil sebagai sosok yang lahir dan besar di tengah debur ombak Serie A.

Ia menguatkan lintas dogma dari humanisme, bahwa akal budi manusia pas betul ketika bertarung melawan proses kehidupan yang serba tidak menentu. Baginya, lintas sejarah dipampatkan dalam keteladanan, bukan dalam ketiadaan akan prestasi. Inilah retorika dari seorang Spaletti.

Setelah menerima aneka kritik dari para pecinta Roma, argumentasi Spaletti sampai di persimpangan jalan. Ia menyatakan mundur dari "I Lupi". "Saya memberikan surat pengunduran diri dan klub menerima itu, sehingga dapat kami sampaikan bahwa hubungan kami berakhir," katanya usai meninggalkan kantor Roma di Villa Pacelli, Selasa (1/9). Posisinya digantikan oleh mantan pelatih Juventus Claudio Ranieri.

Ranieri, pribadi sarat warna. AS Roma begitu melekat di hati "The Tinkerman". Sebelum menjadi pelatih, ia membela barisan belakang klub itu sejak 1973 hingga 1974. Ia gantung sepatu, setelah 14 tahun menjadi pemain sepak bola. Debutnya sebagai pelatih saat menukangi Campania Puteolana. Baik klub dalam negeri Italia maupun luar negeri telah merasakan sentuhan tangan dingin pelatih yang lahir pada 20 Oktober 1951 itu.

Pelatih yang pernah menghebohkan kubu Chelsea pada musim 2003/2004, karena manajemen The Blues harus menggelontorkan dana sebesar 120 juta pound untuk membeli pemain, membuktikan dirinya sebagai pribadi yang terinspirasi oleh humanis Italia. Para humanis memusatkan usaha mereka pada pembangunan ketrampilan dalam membuat keputusan praktis yang dapat membantu kebaikan bersama.

Sebelum melatih Roma, ia telah melatih sebanyak sepuluh klub. Sebagai pelatih, Ranieri memiliki prestasi memesona. Ketika menggarap Chelsea periode 2000-2004, ia membawa "The Blues" menang sebanyak 107 kali.

Baginya, retorika bukan sebatas kefasihan bicara di atas mimbar yang enak didengar telinga, tetapi justru dilekatkan dalam ingatan para pendengar agar berbuah dalam aksi plus prestasi.

"Kesepakatan sangat memuaskan saya. Saya merasa terhormat dan senang bisa melakukan sesuatu dan memberi kemampuan terbaik saya kepada Roma," kata Ranieri yang lahir di kota itu.

"Mereka membutuhkan suntikan semangat karena tim ini memerlukan reaksi cepat untuk merespons segala perkembangan. Semuanya ini dapat terwujud dengan keyakinan penuh" kata pelatih yang didepak Juventus, saat kompetisi Liga Serie-A musim lalu masih menyisakan dua pertandingan.

Saat dipecat dari Juve, ia ingat betul akan penegasan dari pucuk pimpinan klub itu, Jean Claude Blanc yang mengatakan, "Setiap orang wajib memanggul tanggungjawab atas apa yang telah dilakukan." Ini gara-gara Juve tersingkir dari Liga Champions karena kalah dari Chelsea pada Maret tahun lalu.

Ada pernyataan menarik seputar Ranieri. Semasa masih berkutat di kubu Chelsea, pelatih Guus Hiddink dan gelandang Frank Lampard melontarkan pujian kepada pelatih asal Italia itu. "Ia (Ranieri) tampil sebagai sosok 'gentleman'. Ia sangat pandai," kata pelatih Belanda itu.

Lampard mengamini seraya mengemukakan tabik luar biasa. "Tanpa Claudio Ranieri, saya tidak akan berada di sini. Saya menaruh hormat luar biasa kepadanya. Ia manajer hebat," katanya.

Ranieri berada di Stamford Bridge selama empat tahun, dengan membawa klub itu sampai ke semi-final Liga Champions pada Mei 2004 dan menutup musim kompetisi di posisi kedua Liga Inggris.

Saga dari dua penjala hati AS Roma merujuk ke dalam makna mendasar laga bola dan laga kehidupan, yakni kerinduan. Dua sosok itu mengarahkan seluruh hati dan pikiran untuk mencari guna menemukan sesuatu "yang lebih besar, sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang lebih indah".

Lebih-lebih lagi, kedua allenatore mengembara di samudera laga bola karena keduannya memercayai bahwa "ada sesuatu yang sama sekali berbeda". Keduanya melafalkan setangkup doa bahwa, "Dia hadir" sebelum menjala tifosi di katedral Serie A.(*)

Pewarta: Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009