Islamabad, Pakistan (ANTARA News/AFP) - Pakistan hari Kamis menyatakan terganggu dengan laporan-laporan bahwa India mungkin mempertimbangkan pengujian nuklir lagi setelah ada keraguan mengenai keberhasilan negara itu dalam pengujian pada 1998.

Ilmuwan nuklir India S. Santhanam, direktur persiapan pengujian 1998, mengklaim bahwa uji-coba itu hanya berhasil sebagian dan hasilnya lebih lemah daripada yang diklaim pada saat itu.

Dalam sebuah laporan yang mendesak India tidak menandatangani perjanjian larangan pengujian nuklir menyeluruh, Santhanam mengatakan bahwa pengujian 1998 tidak memberikan hasil yang diinginkan karena alat termonuklir yang diuji "gagal".

"Kami terganggu dengan laporan media bahwa India mungkin mempertimbangkan pengujian-pengujian tambahan," kata jurubicara Kementerian Luar Negeri Pakistan Abdul Basit pada jumpa pers mingguan Kamis.

Namun, Ketua Komisi Energi Atom India Anil Kakodkar hari Rabu membantah bahwa New Delhi merencanakan pengujian lagi, dan klaim Santhanam mengenai "kegagalan" telah ditolak oleh pemerintah India dan para pejabat nuklir lain.

"Kami memiliki cukup data. Kami memiliki kemampuan simulasi menyeluruh dan karenanya tidak perlu pengujian lagi," kata Kakodkar kepada kantor berita PTI dari Mumbai.

India melakukan pengujian-pengujian nuklir pada 11 dan 13 Mei 1998, dan Pakistan menanggapi beberapa hari kemudian dengan enam pengujian pada 28 dan 30 Mei.

Namun, Islamabad secara sepihak kemudian mengumumkan moratorium pengujian jika India tidak melakukan pengujian lagi.

Basit mengatakan, Pakistan berharap moratorium itu akan terus dilakukan.

India dan Pakistan memulai proses perdamaian pada 2004 namun proses perdamaian antara kedua negara tetangga yang berkekuatan nuklir itu tertahan setelah serangan-serangan November 2008 terhadap Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, yang menewaskan 166 orang.

Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, jurubicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.

India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka.

Perdana Menteri India Manmohanh Singh mengatakan pada pertengahan Juli bahwa perundingan perdamaian dengan Pakistan akan tetap tertahan sampai negara itu menindak orang-orang yang bertanggung jawab atas serangan di Mumbai tahun lalu.

Pernyataan Singh itu tampaknya bertentangan dengan sebuah pernyataan bersama dengan PM Pakistan Yusuf Raza Gilani dimana kedua pemimpin tersebut mengatakan bahwa tindakan terhadap terorisme "tidak boleh dikaitkan" dengan proses dialog tersebut.

Dalam pernyataannya kepada media India, Singh mengatakan, "Harus ada upaya-upaya jujur serius untuk menjembatani kesenjangan yang memisahkan kedua negara itu."

India dan Pakistan terlibat dalam tiga perang dan hampir terjerumus ke dalam perang keempat setelah serangan militan pada 2001 terhadap gedung parlemen India.

Dua dari tiga perang itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.

Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pemberontak Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pemberontak Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009