Kupang, (ANTARA News) - Mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Eurico Guterres meminta mantan Presiden RI BJ Habibie bertanggungjawab atas nasib ribuan eks pengungsi Timor Timur (Timtim) yang berada di Indonesia.

Permintaan itu disampaikan Guteres saat berpidato tanpa teks pada peringatan 10 tahun Timtim lepas dari Indonesia di pemukiman eks pengungsi di Desa Oebelo, Kupang Tengah, Jumat.

Sekitar 1.000 orang yang terdiri dari mantan pejabat di Timtim dan warga Timtim hadir, termasuk dari berbagai provinsi di Indonesia, dalam upacara yang berlangsung khidmat itu.

Guteres mengatakan Habibie harus bertanggungawab menyusul kebijaksanaannya menyelenggarakan referendum yang kemudian dimenangkan oleh kelompok pro kemerdekaan sehingga ribuan warga pro integrasi dengan Indonesia terpaksa mengungsi dan hingga kini, sebagian dari mereka masih hidup merana di berbagai tempat di Indonesia.

Eurico mengungkapkan, Habibie mengeluarkan kebijaksanaan untuk melakukan referendum tanpa meminta pertimbangan dan persetujuan para tokoh, elit dan rakyat Timtim, bahkan referendum disebut sebagai ambisi Habibie untuk meraih hadiah Nobel, tetapi hasil yang didapat adalah, Timtim lepas dari Indonesia dan ribuan warga harus keluar dari wilayah itu.

"Pemerintah di mana-mana selalu mengatakan, NKRI harga mati, tetapi Timtim bisa lepas, Sipadan dan Ligitan bisa lepas," katanya.

Sebagian besar warga yang hadir dalam peringatan 10 tahun pengungsian di Oebelo tampak geram. Bahkan seorang pemuda yang duduk di sebelah timur tempat acara berlangsung membakar foto mantan Presiden Habibie sambil memperlihatkannya kepada pers yang meliput acara tersebut.

"Habibie-lah yang membuat kami orang Timtim menderita, meninggalkan kampung halaman dan Timtim lepas dari Indonesia," teriak pemuda itu.(*)

Sampai dengan pertengahan 2009, data jumlah eks pengungsi Timtim di NTT simpang siur, namun diperkirakan jumlah mereka mencapai lebih dari 25.000 jiwa atau sekitar 10.000 kepala keluarga (KK).

Jumlah tersebut, jauh berkurang dibandingkan dengan awal pengungsian mulai 4 September 1999 yang mencapai 284.000 orang lebih atau 54.000 lebih KK, karena ada program repatriasi dan transmigrasi ke berbagai daerah tujuan di Indonesia, serta perpindahan secara swadaya oleh masing-masing pengungsi ke daerah lain di luar NTT.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009